Ayat yang terambil dari Kitab 2 Raja-raja pasal 17 ayat 40 ini, meskipun singkat, memuat peringatan yang mendalam dan relevan sepanjang masa. Ayat ini menggambarkan kondisi spiritual bangsa Israel pada masa ketika mereka telah dibawa ke pembuangan oleh bangsa Asyur. Penulis kitab ini, dengan tegas, menyatakan bahwa umat pilihan Allah ini "tidak mau mendengarkan" firman-Nya. Ini bukanlah sekadar ketidakpedulian biasa, melainkan sebuah penolakan yang disengaja, sebuah pemberontakan hati yang berakar.
Frasa "pada tulang tengkuk merekalah dorongan mereka untuk melawan" memberikan gambaran yang kuat tentang keras kepala. Tulang tengkuk, atau leher bagian belakang, adalah area yang sering diasosiasikan dengan kekerasan kepala dan keengganan untuk tunduk. Mereka memiliki "dorongan" atau kekuatan yang mengarah pada perlawanan, bukan pada ketaatan. Ini menunjukkan bahwa penolakan mereka bukanlah suatu kelemahan, melainkan sebuah pilihan aktif untuk menentang otoritas ilahi. Mereka lebih suka melawan daripada merendahkan diri dan mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh Pencipta mereka.
Lebih jauh lagi, ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa mereka "tidak mau takut kepada TUHAN, Allah mereka." Ketakutan akan Tuhan bukanlah rasa takut yang melumpuhkan seperti takut akan bahaya fisik, melainkan sebuah rasa hormat yang mendalam, kesadaran akan kekuasaan dan kekudusan-Nya, serta pengakuan bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya. Ketakutan inilah yang mendorong seseorang untuk menjauhi kejahatan dan mencari kebaikan. Tanpa rasa takut ini, manusia cenderung menjadi sombong, merasa mampu mengatur hidupnya sendiri tanpa campur tangan Ilahi, dan pada akhirnya tersesat.
Konsekuensi dari sikap keras kepala dan penolakan untuk takut kepada Allah ini sudah terbentang jelas dalam narasi Kitab 2 Raja-raja. Pembuangan ke Asyur adalah salah satu bukti nyata dari murka Allah terhadap dosa dan ketidaktaatan umat-Nya. Allah telah berulang kali memberikan peringatan melalui para nabi, tetapi peringatan-peringatan tersebut selalu diabaikan. Ayat ini bukan hanya menceritakan kisah masa lalu, tetapi juga menjadi cermin bagi setiap generasi. Di era modern ini, kita mungkin tidak lagi menghadapi ancaman pembuangan secara fisik seperti bangsa Israel kuno, namun prinsipnya tetap sama.
Kita pun rentan untuk mengembangkan "dorongan untuk melawan" dalam bentuk kesombongan rohani, mengandalkan kekuatan diri sendiri, dan mengabaikan tuntunan firman Tuhan. Ketakutan akan Tuhan yang sejati adalah fondasi dari kehidupan yang saleh. Tanpanya, kita mudah terbuai oleh kesenangan duniawi, mengikuti keinginan daging, dan menjauh dari kebenaran. Pembelajaran dari 2 Raja-raja 17:40 mengajak kita untuk merefleksikan sikap hati kita. Apakah kita sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan? Apakah kita memiliki rasa hormat yang mendalam kepada-Nya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan arah spiritual kita dan apakah kita akan berjalan dalam berkat atau konsekuensi dari ketidaktaatan.