"Apakah raja-raja negeri-negeri yang dimusnahkan oleh nenek moyangku, yaitu oleh Aram, oleh Israel dan oleh Yehuda dan Benyamin, terluputkan dari tangan mereka?"
Ilustrasi: Cahaya Firman Tuhan menembus kegelapan.
Ayat 2 Raja-raja 19:12 merupakan bagian dari percakapan Sanherib, raja Asyur, yang sedang mengancam Yerusalem dan mengejek Allah Israel. Sanherib, dengan kesombongannya, menyombongkan diri akan keberhasilan militernya dalam mengalahkan berbagai bangsa dan dewa-dewa mereka. Ia bertanya kepada Hizkia, raja Yehuda, apakah para dewa bangsa-bangsa lain yang telah dikalahkan oleh para pendahulunya mampu menyelamatkan mereka dari tangan Asyur. Pertanyaan ini mengandung sindiran tajam, menantang kekuatan Allah Israel untuk melakukan hal yang sama seperti dewa-dewa yang dianggapnya lemah.
Dalam konteks sejarahnya, Sanherib baru saja menaklukkan Samaria dan mengasingkan bangsa Israel dari kerajaan utaranya. Ia juga telah mengalahkan berbagai kerajaan di Aram (Suriah) dan bahkan memiliki pengaruh besar di Yehuda. Ia merasa bahwa tidak ada dewa yang mampu menandingi kekuatan kekaisaran Asyur yang ia pimpin. Pesan Sanherib kepada Hizkia disampaikan melalui para punggawa dan pejabatnya, yang datang dengan teriakan keras dalam bahasa Ibrani agar rakyat Yerusalem mendengar, menambah tekanan psikologis dan ketakutan. Mereka ingin Hizkia dan rakyatnya kehilangan harapan dan keyakinan kepada Allah mereka.
Namun, ayat ini lebih dari sekadar ancaman perang. Ia menyoroti sebuah tema teologis yang mendalam: keilahian yang sejati versus ilah-ilah palsu. Sanherib mengukur keilahian berdasarkan kekuatan militer dan keberhasilan duniawi. Bagi dia, ilah yang terkuat adalah ilah yang paling mampu menaklukkan musuh-musuhnya. Ia merujuk pada "nenek moyangku" untuk menunjukkan rentetan kemenangan dan kekuasaan yang telah diwariskan, seolah-olah dewa-dewa yang disembah oleh para pendahulunya juga telah tunduk pada kekuasaan Asyur.
Pertanyaan retoris Sanherib ini justru menjadi kesempatan bagi Hizkia dan Nabi Yesaya untuk menegaskan keesaan dan kemahakuasaan Allah Israel. Kemenangan Sanherib atas bangsa-bangsa lain tidak membuktikan kelemahan Allah Israel, melainkan seringkali disebabkan oleh dosa dan ketidaksetiaan bangsa-bangsa tersebut kepada Tuhan mereka sendiri, atau sebagai bagian dari rencana Allah yang lebih besar, termasuk mendisiplinkan umat-Nya. Ayat ini menjadi pengingat bahwa kekuatan ilahi tidak selalu diukur dengan standar manusiawi seperti kekuatan fisik atau penaklukan. Allah Israel adalah Pencipta dan Penguasa semesta alam, yang jauh melampaui semua dewa buatan manusia atau kekuatan kekaisaran duniawi. Pengalaman Hizkia dan Yesaya selanjutnya dalam kitab 2 Raja-raja dan Yesaya menunjukkan bagaimana Allah Israel justru bertindak dengan cara yang tak terduga untuk membela Yerusalem, membuktikan superioritas-Nya atas semua kekuasaan dunia.