"Dan Hizkia berdoa kepada TUHAN, katanya: Ya TUHAN, Allah Israel, yang bersemayam di atas kerub-kerub, Engkaulah sendiri Allah, hanya Engkau, bagi segala kerajaan bumi."
Kisah yang tercatat dalam 2 Raja-raja pasal 19 menggambarkan salah satu momen paling krusial dalam sejarah Israel kuno. Kerajaan Asyur, di bawah pimpinan raja perkasa Sanherib, telah menginvasi Yehuda dan mengancam Yerusalem. Pasukan Asyur telah menghancurkan banyak kota dan membawa ketakutan ke seluruh negeri. Dalam situasi yang tampak tanpa harapan, raja Hizkia, pemimpin Yehuda, tidak menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, ia berbalik kepada sumber kekuatan yang sesungguhnya.
Ayat 15 dari pasal 19 ini menangkap inti dari respons Hizkia: doa yang mendalam dan penuh keyakinan kepada TUHAN. Frasa "Dan Hizkia berdoa kepada TUHAN, katanya" bukan sekadar sebuah laporan pasif, melainkan sebuah deklarasi tentang tindakan iman yang aktif. Di tengah ancaman kematian dan kehancuran, Hizkia memilih untuk berserah sepenuhnya kepada Allah.
Doa Hizkia ini sangat spesifik dan penuh kuasa. Ia tidak hanya berdoa, tetapi ia mengakui siapa Allah Israel. "Ya TUHAN, Allah Israel, yang bersemayam di atas kerub-kerub." Pengakuan ini mengingatkan pada Tabut Perjanjian dan tempat perlindungan Allah di Bait Suci di Yerusalem. Hizkia menyadari bahwa Allah yang ia sembah bukan hanya dewa lokal, tetapi Sang Pencipta yang berkuasa atas segala sesuatu.
Lebih lanjut, Hizkia menyatakan, "Engkaulah sendiri Allah, hanya Engkau, bagi segala kerajaan bumi." Kalimat ini adalah penegasan teologis yang monumental. Di masa ketika bangsa-bangsa sering menyembah dewa-dewa mereka yang terbatas, Hizkia menyatakan keesaan dan keutamaan Allah Israel. Allah bukan hanya penguasa Yehuda, tetapi penguasa mutlak atas seluruh bumi. Pernyataan ini menunjukkan pemahaman Hizkia tentang kedaulatan ilahi yang melampaui batas-batas geografis dan politis. Ia mengakui bahwa Sanherib dan kerajaannya, sekuat apa pun kelihatannya, pada akhirnya tunduk pada kehendak Allah yang mahatinggi.
Dalam menghadapi kekuatan militer yang menakutkan, Hizkia memilih untuk mengandalkan kekuatan ilahi. Doanya adalah ungkapan penyerahan total, pengakuan akan kebesaran Allah, dan keyakinan bahwa Allah Israel adalah satu-satunya Allah yang berkuasa. Kisah ini menjadi pengingat abadi bahwa dalam menghadapi kesulitan terbesar sekalipun, doa yang tulus dan keyakinan pada Allah adalah senjata yang paling ampuh. Tuhan mendengarkan doa Hizkia, dan sebagai respons, mengirimkan malaikat-Nya untuk membinasakan seratus delapan puluh lima ribu prajurit Asyur dalam satu malam, menyelamatkan Yerusalem dan umat-Nya.