"Sesungguhnya, TUHAN, Allah Israel, yang diduduki takhta di atas kerub-kerub, Engkaulah sendiri, ya TUHAN, Allah segala kerajaan bumi."
Ayat ini merupakan bagian dari doa Hizkia, raja Yehuda, yang menghadapi ancaman besar dari pasukan Asyur di bawah pimpinan Sanherib. Pasukan Asyur telah mengalahkan banyak kota Yehuda dan sekarang mengancam Yerusalem. Dalam situasi yang tampak tanpa harapan, Hizkia tidak berserah pada keputusasaan. Sebaliknya, ia mencari pertolongan dari sumber kekuatan yang paling tinggi: Tuhan.
Frasa "Sesungguhnya, TUHAN, Allah Israel, yang diduduki takhta di atas kerub-kerub" adalah pengakuan akan kemuliaan, kekuasaan, dan kedaulatan Tuhan. Gambaran takhta yang bertumpu pada kerub-kerub, makhluk surgawi yang suci, menekankan kehadiran Tuhan yang agung di Bait Suci-Nya. Ini bukan hanya Tuhan Israel, tetapi juga diakui sebagai "Allah segala kerajaan bumi." Pengakuan ini penting karena Sanherib menyombongkan diri atas keberhasilannya mengalahkan banyak dewa bangsa lain, menyiratkan bahwa dewa-dewa mereka lemah dan tidak mampu melindungi umatnya. Hizkia membalasnya dengan menegaskan bahwa Tuhan Israel adalah penguasa universal, yang jauh melampaui kekuatan Sanherib dan dewa-dewa Asyur.
Doa Hizkia, yang dicatat dalam 2 Raja-Raja pasal 19 dan Yesaya pasal 37, adalah contoh klasik tentang bagaimana berseru kepada Tuhan di tengah kesulitan yang luar biasa. Ketika segala daya manusia telah gagal dan ancaman tampak tak terhindarkan, titik inilah yang paling sering menjadi momen kebangkitan iman. Hizkia tidak hanya meminta keselamatan bagi dirinya atau kerajaannya, tetapi ia membingkai permohonannya dalam konteks kemuliaan Tuhan.
Dengan mengakui Tuhan sebagai "Allah segala kerajaan bumi," Hizkia mengingatkan dirinya sendiri dan, melalui pengakuannya, seolah-olah mengingatkan Tuhan (meskipun Tuhan tidak perlu diingatkan) bahwa nasib Sanherib dan seluruh imperium Asyur berada dalam genggaman-Nya. Ini adalah cara untuk menggeser fokus dari ketakutan yang disebabkan oleh musuh, kepada keyakinan pada kuasa Tuhan. Doa seperti ini membantu memperkuat hati orang percaya, mengingatkan bahwa masalah, betapapun besarnya, selalu lebih kecil dibandingkan dengan Pencipta alam semesta.
Kisah Hizkia dan doanya dalam menghadapi ancaman besar tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan pribadi kita, kita sering menghadapi "ancaman" yang terasa menakutkan: penyakit, kesulitan finansial, masalah keluarga, atau ketidakpastian masa depan. Terkadang, kita merasa seperti Hizkia, dikepung oleh masalah dan melihat sedikit harapan dari sudut pandang manusiawi.
Ayat 2 Raja-Raja 19:17 mengajarkan kita untuk tidak hanya meratapi kesulitan, tetapi untuk mengangkat pandangan kita kepada Tuhan. Mengakui Dia sebagai Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu, bahkan di luar batas-batas masalah kita, adalah fondasi iman yang kokoh. Ketika kita mengenali bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Penguasa segala kerajaan bumi, kita dapat menemukan kekuatan dan kedamaian untuk menghadapi apa pun yang datang. Doa Hizkia bukan hanya seruan untuk keselamatan, tetapi juga pengakuan iman yang menegaskan bahwa di tangan Tuhan, tidak ada situasi yang benar-benar tanpa harapan.