Kitab 2 Raja-raja menyajikan catatan sejarah yang kaya akan kisah para raja Israel dan Yehuda. Di antara rentetan peristiwa penting, pasal 21 dan 23 menawarkan dua potret raja yang sangat kontras, yaitu Manasye dan Yosia. Keduanya adalah raja dari Yehuda, namun warisan mereka sangat berbeda, mencerminkan dampak besar dari kepemimpinan spiritual dan moral terhadap nasib umat. Pembahasan mengenai kedua raja ini, dengan penekanan pada peristiwa di 2 Raja-raja 21 dan 23, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya ketaatan kepada Tuhan dan konsekuensi dari pemberontakan.
Pasal 21 memperkenalkan raja Manasye, putra Hizkia. Berbeda dengan ayahnya yang saleh, Manasye memerintah selama 55 tahun dengan cara yang sangat menentang Tuhan. Sejarah mencatat bahwa ia mendirikan mezbah-mezbah bagi Baal, membuat patung dewa-dewa asing, dan bahkan mempersembahkan anak-anaknya dalam api. Ia juga mengizinkan praktik perdukunan dan sihir di tanah Yehuda, serta menumpahkan banyak darah orang yang tidak bersalah. Kebobrokan moral dan spiritual Manasye begitu parah sehingga ia dianggap sebagai penyebab kemarahan Tuhan yang tidak dapat diredakan lagi atas Yerusalem dan Yehuda.
"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, mengikuti kelakuan keji bangsa-bangsa yang telah diusir oleh TUHAN dari depan orang Israel." (2 Raja-raja 21:2)
Tindakan Manasye tidak hanya mencerminkan penyimpangan pribadi, tetapi juga merusak tatanan spiritual seluruh kerajaan. Ia menodai Bait Suci dengan kehadiran berhala-berhala asing, mengabaikan hukum Tuhan, dan memimpin umatnya jauh dari jalan yang benar. Pengaruhnya yang buruk ini akhirnya membawa Yehuda ke ambang kehancuran, sebagai akibat dari dosa-dosa yang menumpuk dan ketidaksetiaan yang mendalam. Ini menjadi pengingat yang suram tentang bagaimana satu pemimpin dapat membawa dampak negatif yang masif terhadap seluruh bangsa.
Selanjutnya, pasal 23 membawa kita ke masa pemerintahan raja Yosia. Setelah bertahun-tahun terpuruk dalam kejahatan, Yosia naik takhta dan pada usia muda, ia mulai menunjukkan kerinduan untuk kembali kepada Tuhan. Peristiwa monumental terjadi ketika Kitab Taurat ditemukan kembali di Bait Suci saat perbaikan sedang dilakukan. Penemuan ini memicu respons yang luar biasa dari Yosia.
"Ketika raja mendengar perkataan Kitab Taurat itu, dikoyakkannya pakaiannya." (2 Raja-raja 23:11)
Yosia tidak hanya merobek pakaiannya sebagai tanda penyesalan, tetapi ia juga segera mengambil tindakan tegas. Ia memanggil para tua-tua dan seluruh rakyat, lalu membaca seluruh isi Kitab Taurat itu kepada mereka. Berdasarkan apa yang tertulis di dalamnya, Yosia menginisiasi sebuah pembaharuan besar-besaran. Ia memerintahkan penghapusan semua berhala, penyembahan dewa-dewa asing, dan praktik-praktik kafir yang telah merajalela. Ia membersihkan Bait Suci dari segala sesuatu yang menajiskan dan mengembalikan ibadah yang benar kepada TUHAN sesuai dengan hukum yang telah lama dilupakan.
Pembaharuan yang dipimpin oleh Yosia ini meluas ke seluruh wilayah Yehuda dan bahkan melampaui batasnya. Ia memulihkan perayaan Paskah yang besar, seperti yang tidak pernah dirayakan sejak zaman para hakim. Tindakan Yosia menunjukkan bahwa pertobatan yang tulus dari seorang pemimpin dapat memicu pemulihan spiritual bagi seluruh bangsa. Meskipun kitab suci mencatat bahwa Tuhan tetap memutuskan untuk menghancurkan Yehuda karena kebencian Manasye sebelumnya, pemulihan di bawah Yosia tetap menjadi momen penting, yang menunjukkan kemampuan Tuhan untuk merespons hati yang bertobat dan bersemangat.
Kisah Manasye dan Yosia, sebagaimana dicatat dalam 2 Raja-raja 21 dan 23, menawarkan sebuah pelajaran abadi. Ini mengajarkan kita tentang sifat dosa yang merusak dan tentang kekuatan transformatif dari ketaatan dan pertobatan yang tulus. Perjalanan iman umat, seringkali berliku, dapat menemukan titik balik melalui kepemimpinan yang berani dan hati yang mencari Tuhan, bahkan di tengah kegelapan terpekat sekalipun.