Amsal 23:30 - Tentang Mereka yang Terlena dalam Minuman Keras

"Kepada siapa celaka! Kepada siapa kesedihan! Kepada siapa perselisihan! Kepada siapa keluh kesah! Kepada siapa bilur-bilur tanpa alasan! Kepada siapa mata yang keruh?"

Ilustrasi: Siluet orang yang terpuruk dengan mata yang tampak keruh, melambangkan dampak negatif dari kebiasaan buruk.

Amsal 23:30 adalah sebuah peringatan tajam dari Kitab Amsal yang menggambarkan dengan jelas konsekuensi mengerikan dari gaya hidup yang dikuasai oleh keinginan yang tidak terkendali, khususnya yang berkaitan dengan konsumsi minuman keras. Ayat ini tidak hanya sekadar menyatakan sebuah fakta, melainkan juga mengundang pembaca untuk merenungkan realitas pahit yang sering kali tersembunyi di balik kesenangan sesaat. Pertanyaan retoris yang berulang, "Kepada siapa celaka! Kepada siapa kesedihan! Kepada siapa perselisihan! Kepada siapa keluh kesah! Kepada siapa bilur-bilur tanpa alasan! Kepada siapa mata yang keruh?", melukiskan gambaran muram tentang kehidupan seseorang yang terjerumus dalam jurang kecanduan.

Mari kita telaah satu per satu dampak yang digambarkan. "Celaka" menandakan nasib buruk yang menimpa. "Kesedihan" adalah emosi yang mendalam akibat kehilangan, kekecewaan, dan penyesalan. "Perselisihan" mencerminkan hubungan yang rusak dengan keluarga, teman, dan masyarakat luas, sering kali dipicu oleh perilaku yang tidak terkendali. "Keluh kesah" adalah ungkapan penderitaan dan ketidakpuasan yang tiada akhir. "Bilur-bilur tanpa alasan" bisa diartikan sebagai luka fisik dan emosional yang diterima, baik dari kecelakaan akibat ketidaksadaran maupun dari konflik yang timbul. Terakhir, "mata yang keruh" adalah simbol hilangnya kejernihan pandangan, ketidakmampuan untuk melihat kebenaran, dan hilangnya harapan. Ini adalah cerminan dari jiwa yang lelah dan terbebani.

Dalam konteks modern, ayat ini memiliki relevansi yang sangat kuat. Kebiasaan buruk tidak hanya terbatas pada konsumsi minuman keras, tetapi juga merambah pada kecanduan gawai, narkoba, perjudian, atau perilaku merusak lainnya yang menguasai hidup seseorang. Ketika seseorang membiarkan suatu kebiasaan mengendalikan dirinya, ia secara sadar atau tidak sadar sedang membuka pintu bagi kehancuran. Hal ini bukan hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Dampak negatifnya menyebar bagai lingkaran di atas air, menciptakan luka yang dalam dan sulit disembuhkan.

Firman Tuhan melalui Amsal ini mengajak kita untuk hidup bijak dan berintegritas. Ia mendorong kita untuk senantiasa waspada terhadap godaan yang menjanjikan kesenangan semu namun berujung pada penderitaan. Menyadari dampak destruktif dari kebiasaan buruk adalah langkah awal yang krusial. Ini menuntut keberanian untuk memeriksa diri, mengakui kelemahan, dan bertekad untuk berubah. Hidup yang dipenuhi kejernihan, kedamaian, dan hubungan yang sehat jauh lebih berharga daripada kenikmatan sesaat yang justru merenggut semuanya. Oleh karena itu, mari kita pegang teguh nasihat dalam Amsal ini sebagai panduan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan bermakna, bebas dari belenggu kebiasaan yang merusak.