"Ketika itu jugalah tentaranya pulang dan menaklukkan Yerusalem."
Ayat dari kitab 2 Raja-Raja pasal 24, ayat ke-10, mencatat sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel, khususnya Kerajaan Yehuda. Peristiwa ini bukan sekadar laporan sejarah biasa, melainkan sebuah nubuat yang tergenapi, menandai dimulainya periode kehancuran dan pembuangan yang pahit bagi umat pilihan Tuhan. Kata-kata "Ketika itu jugalah tentaranya pulang dan menaklukkan Yerusalem" menggambarkan kedatangan pasukan Babel di bawah pimpinan Raja Nebukadnezar yang akhirnya berhasil menduduki dan menguasai kota suci Yerusalem.
Pasal ini sendiri menceritakan tentang masa pemerintahan Raja Yoyakim di Yehuda. Ia adalah raja boneka yang dipasang oleh Firaun Necho dari Mesir, namun tak lama kemudian ia terpaksa tunduk kepada kekuasaan Babel. Keengganan Yoyakim untuk terus setia membayar upeti kepada Nebukadnezar menjadi pemicu utama invasi Babel. Kitab suci mencatat bahwa Yerusalem jatuh bukan dalam satu malam, melainkan melalui serangkaian pengepungan dan serangan. Ayat 24:10 ini seolah menjadi penutup dari rentetan peristiwa yang mengarah pada penaklukan total.
Penaklukan Yerusalem oleh Babel adalah konsekuensi langsung dari ketidaktaatan bangsa Israel kepada perjanjian mereka dengan Tuhan. Para nabi telah berulang kali memperingatkan tentang murka Tuhan yang akan datang jika umat-Nya terus berpaling kepada dewa-dewi asing dan mengabaikan hukum-hukum-Nya. Nubuat-nubuat ini, termasuk apa yang digambarkan dalam ayat ini, adalah peringatan keras sekaligus janji bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam terhadap dosa.
Penaklukan Yerusalem oleh Babel, seperti yang dicatat dalam 2 Raja-Raja 24:10, adalah pengingat yang kuat akan konsekuensi dari dosa dan ketidaktaatan. Kota Yerusalem, yang merupakan lambang kehadiran Tuhan dan pusat ibadah, menjadi sasaran kemarahan ilahi karena pelanggaran umat-Nya. Ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil dan suci, yang tidak dapat mentolerir dosa. Namun, di balik kemarahan-Nya, selalu ada panggilan untuk pertobatan dan pemulihan.
Peristiwa ini juga menandai awal dari masa pembuangan di Babel, di mana banyak orang Israel dibawa pergi dari tanah perjanjian mereka. Ini adalah masa yang penuh kesedihan dan kerinduan akan tanah air dan pemulihan hubungan dengan Tuhan. Namun, bahkan dalam masa pembuangan, Tuhan tetap bekerja. Pembuangan itu sendiri menjadi alat untuk memurnikan umat-Nya, mengajarkan mereka untuk bersandar sepenuhnya kepada Tuhan dan bukan kepada kekuatan duniawi atau berhala.
Bagi kita saat ini, ayat ini mengingatkan pentingnya ketaatan kepada Tuhan. Sejarah bangsa Israel adalah cermin bagi kita. Ketika kita mengabaikan firman Tuhan dan memilih jalan kita sendiri, kita berisiko mengalami konsekuensi yang sama. Namun, ayat ini juga membawa harapan. Keterpurukan yang digambarkan di sini bukanlah akhir dari segalanya. Kitab suci penuh dengan janji pemulihan dan penebusan yang puncaknya adalah kedatangan Yesus Kristus. Dengan memahami peristiwa bersejarah ini, kita diajak untuk merenungkan hubungan kita dengan Tuhan dan selalu berusaha hidup dalam ketaatan dan kasih kepada-Nya.
Raja-Raja 24:10