Ayat 2 Raja-raja 24:18 membawa kita pada titik krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Ayat ini memperkenalkan Zedekia, raja terakhir yang memerintah di Yerusalem sebelum kehancuran total kota itu oleh Babel. Dengan usia muda, 21 tahun, dan masa pemerintahan yang singkat, 11 tahun, Zedekia mewarisi beban berat kerajaan yang sudah berada di ambang keruntuhan.
Penyebutan nama ibunya, Hamutal, dan asal-usulnya dari Libna, mungkin memberikan petunjuk tentang latar belakang keluarganya dan potensi pengaruh yang mungkin dimilikinya. Namun, yang paling penting dari ayat ini adalah penilaian moral yang diberikan: "Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, tepat seperti yang telah dilakukan Yoakim." Ini adalah pernyataan yang tegas, menghubungkan Zedekia dengan pola dosa yang sama yang telah menjerumuskan kerajaannya.
Pemerintahan Zedekia terjadi pada masa ketika Kekaisaran Babel, di bawah kepemimpinan Nebukadnezar, menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah. Raja-raja sebelumnya di Yehuda telah mencoba berbagai strategi, mulai dari aliansi dengan Mesir hingga pemberontakan, namun semuanya berujung pada penindasan dan pengasingan. Zedekia sendiri, meskipun awalnya diangkat oleh Babel, akhirnya melakukan pemberontakan yang memicu bencana besar.
Deskripsi bahwa ia "melakukan apa yang jahat di mata TUHAN" mengacu pada kegagalan untuk menaati hukum dan perintah Allah. Dalam konteks perjanjian kuno, ketaatan raja adalah cerminan dari kesetiaan umatnya kepada Tuhan. Ketika raja berpaling dari Tuhan, itu memberikan izin bagi seluruh bangsa untuk mengikuti jejak yang sama, yang pada akhirnya membawa murka ilahi.
Perbandingan langsung dengan Raja Yoakim juga sangat signifikan. Yoakim dikenal karena kejahatan dan kekejamannya, termasuk pembakaran Kitab Yeremia. Menempatkan Zedekia dalam kategori yang sama menunjukkan bahwa ia tidak belajar dari kesalahan pendahulunya dan justru melanjutkan siklus kesesatan. Hal ini menegaskan bahwa kejatuhan Yerusalem bukanlah sebuah kecelakaan, melainkan konsekuensi logis dari ketidaktaatan yang berkepanjangan.
Kisah Zedekia menjadi pengingat abadi tentang pentingnya kepemimpinan yang saleh dan konsekuensi dari ketidaktaatan. Ayat 2 Raja-raja 24:18, meskipun singkat, merangkum inti dari masalah Kerajaan Yehuda: kegagalan moral para pemimpinnya yang membawa kehancuran bagi bangsa. Ini mengajarkan kita bahwa tindakan penguasa memiliki dampak yang luas, dan ketaatan kepada prinsip-prinsip ilahi adalah fondasi bagi kebaikan dan kelangsungan hidup suatu bangsa.