"Juga karena darah orang yang tidak bersalah telah tertumpah olehnya, sebab Yerusalem ia penuhi dengan darah orang yang tidak bersalah, TUHAN tidak mau mengampuni."
Simbol visual dari keadilan ilahi dan akar kebenaran.
Ayat yang terukir dalam Kitab 2 Raja-Raja 24:4 ini bukanlah sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah peringatan yang mendalam dan relevan bagi setiap generasi. "Juga karena darah orang yang tidak bersalah telah tertumpah olehnya, sebab Yerusalem ia penuhi dengan darah orang yang tidak bersalah, TUHAN tidak mau mengampuni." Kalimat ini secara lugas menyoroti murka ilahi yang timbul akibat ketidakadilan yang mengerikan dan penumpahan darah tak berdosa. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini sering dikaitkan dengan tindakan Raja Manasye, seorang raja Yehuda yang memerintah dengan kezaliman dan memimpin bangsanya menyembah berhala serta melakukan berbagai kekejaman, termasuk mengorbankan anak-anak mereka.
Penekanan pada "darah orang yang tidak bersalah" memberikan gambaran betapa seriusnya dosa ini di mata Tuhan. Darah adalah lambang kehidupan, dan menumpahkannya secara tidak adil adalah pelanggaran berat terhadap hakikat penciptaan dan tatanan ilahi. Yerusalem, kota suci yang seharusnya menjadi pusat penyembahan dan keadilan, justru ternoda oleh kekejaman. Hal ini menunjukkan kegagalan total dalam mewujudkan prinsip-prinsip kebenaran yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para pemimpin dan umatnya. Ketika suatu bangsa atau komunitas mengizinkan atau bahkan mempraktikkan ketidakadilan, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak berdaya, mereka sedang membangun fondasi kehancuran mereka sendiri.
Ungkapan "TUHAN tidak mau mengampuni" bukanlah berarti Tuhan itu kejam atau tidak mengasihi. Sebaliknya, ini menunjukkan konsekuensi logis dari perbuatan yang menentang kehendak-Nya dan menghancurkan ciptaan-Nya. Pengampunan Tuhan selalu tersedia bagi mereka yang bertobat dan berbalik dari jalan yang salah. Namun, bagi mereka yang terus menerus menumpahkan darah orang tak bersalah dan menolak pertobatan, ada sebuah garis yang ditarik. Keadilan ilahi akan berlaku, dan mereka yang telah menabur kejahatan akan menuai konsekuensinya. Ini adalah prinsip sebab-akibat spiritual yang teguh: kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, dan kehancuran akan mengikuti perbuatan keji.
Dalam kehidupan modern, ayat ini mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap segala bentuk ketidakadilan yang mungkin terjadi di sekitar kita. Sejarah membuktikan bahwa bangsa-bangsa yang pernah jaya pun bisa runtuh jika nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan diinjak-injak. Perjuangan melawan penindasan, pembelaan terhadap kaum lemah, dan penegakan hukum yang adil adalah tugas kita bersama. Kita dipanggil untuk menjadi agen kebenaran, bukan sekadar penonton pasif ketika darah orang tak bersalah ditumpahkan. Refleksi dari 2 Raja-Raja 24:4 mengundang kita untuk memeriksa hati dan tindakan kita, memastikan bahwa kita tidak pernah menjadi bagian dari sistem yang menindas, dan senantiasa mengutamakan keadilan serta belas kasihan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Kemenangan sejati bukanlah didasarkan pada kekuatan fisik atau penaklukan, melainkan pada ketaatan pada prinsip-prinsip ilahi dan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.