Kisah Raja Yoyakim, yang dicatat dalam Kitab 2 Raja-raja pasal 24 ayat 9, menyajikan gambaran suram tentang kepemimpinan yang menyimpang dari kehendak Tuhan. Ayat ini secara ringkas menyatakan bahwa "Yoyakim membuat jahat di mata TUHAN, sesuai dengan segala yang telah dibuat oleh ayahnya." Pernyataan ini bukan sekadar deskripsi, melainkan sebuah vonis yang menegaskan bahwa Yoyakim melanjutkan warisan dosa dan pemberontakan yang telah ditanamkan oleh ayahnya, Amon.
Konteks sejarah di balik ayat ini sangat penting untuk dipahami. Yoyakim memerintah di Kerajaan Yehuda pada masa-masa yang penuh gejolak dan ancaman dari Kekaisaran Babilonia. Sebagaimana ayahnya, Amon, yang dikenal sebagai raja yang jahat dan membiarkan penyembahan berhala berkembang di Yerusalem, Yoyakim tampaknya tidak belajar dari kesalahan pendahulunya. Ia memilih untuk menempuh jalan yang sama, yaitu mengabaikan hukum Tuhan, mempraktikkan ketidakadilan, dan mungkin terlibat dalam praktik-praktik keagamaan yang menyesatkan.
Perilaku jahat di mata Tuhan umumnya mencakup penolakan terhadap ajaran dan perintah-Nya, penganiayaan terhadap orang benar, perzinahan, penindasan terhadap kaum lemah, dan penyembahan berhala. Ketika dikatakan bahwa Yoyakim melakukan hal yang sama seperti ayahnya, ini menunjukkan sebuah siklus kejahatan yang terus berlanjut, yang pada akhirnya membawa kehancuran bagi bangsa. Kepemimpinan yang buruk dan penyimpangan moral dari para pemimpin seringkali menjadi cerminan dan penyebab rusaknya tatanan sosial serta spiritual suatu bangsa.
Ketaatan pada Tuhan dan pelaksanaan hukum-Nya adalah kunci bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup sebuah kerajaan. Sebaliknya, penyimpangan dan kejahatan akan mendatangkan murka dan hukuman. Dalam kasus Yoyakim, tindakannya yang jahat tersebut turut berkontribusi pada kejatuhan Yerusalem di tangan Nebukadnezar, raja Babilonia, yang kemudian membawa bangsa Yehuda ke pembuangan. Kisahnya menjadi pengingat yang kuat bagi para pemimpin dan umat Tuhan untuk senantiasa menjaga integritas moral dan ketaatan kepada Sang Pencipta.
Analisis lebih lanjut dari masa pemerintahan Yoyakim menunjukkan bahwa ia adalah raja yang sangat menindas dan haus kuasa. Ia seringkali melakukan ketidakadilan dan menumpahkan darah orang yang tidak bersalah. Catatan sejarah dan kenabian menggambarkan kepribadiannya yang keras kepala dan menolak untuk bertobat. Dengan demikian, ayat 2 Raja-raja 24:9 bukan hanya sebuah kutipan, tetapi sebuah ringkasan yang padat tentang akar permasalahan kepemimpinan Yoyakim yang pada akhirnya berujung pada tragedi nasional.