"Yoram menjadi raja Israel di Samaria pada tahun kedua belas pemerintahan Raja Yosafat, raja Yehuda, dan ia memerintah dua belas tahun. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, tetapi tidak seperti ayah dan ibunya, karena ia membuang tugu berhala Bileam yang dibuat ayahnya. Namun demikian, ia masih melekat pada dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, yang membuat orang Israel berdosa; ia tidak menjauhinya."
Pasal ketiga dari kitab 2 Raja-Raja menyajikan narasi yang menarik tentang kepemimpinan dan iman. Cerita ini berpusat pada raja-raja tiga kerajaan yang berbeda: Israel, Yehuda, dan Edom, yang bersatu menghadapi musuh bersama, yaitu Moab. Raja Yoram dari Israel, yang baru saja naik takhta, masih berjuang dengan warisan dosa yang ditinggalkan oleh pendahulunya. Meskipun ia telah melakukan beberapa perbaikan, seperti membuang patung berhala Bileam, ia belum sepenuhnya melepaskan diri dari kesalahan Yerobeam bin Nebat.
Kisah ini menjadi lebih dramatis ketika Moab, yang sebelumnya tunduk pada Israel, memberontak. Hal ini memaksa Yoram untuk meminta bantuan dari Yehuda, yang dipimpin oleh Raja Yosafat. Yosafat, seorang raja yang saleh, setuju untuk membantu, dan mereka juga melibatkan raja Edom. Aliansi ini tampaknya kuat, namun mereka dihadapkan pada tantangan besar: ketiadaan air di padang gurun. Tentara dan ternak mereka terancam kehausan.
Dalam keputusasaan, Raja Yoram dari Israel mengusulkan untuk meminta nasihat dari nabi-nabi di negeri itu. Namun, Raja Yosafat dari Yehuda bersikeras untuk mencari firman TUHAN melalui nabi-nabi-Nya. Ia bertanya, "Adakah di sini seorang nabi TUHAN, supaya kita bertanya kepada TUHAN melalui dia?" Ternyata ada, yaitu Elisa, hamba Elisa yang sebelumnya, yang kini melayani sebagai nabi TUHAN.
Ketika Elisa mengetahui situasi mereka, ia mula-mula ragu untuk menolong Yoram, mengingat kekejaman raja Israel tersebut. Namun, demi Yosafat, ia akhirnya setuju. Elisa memerintahkan mereka untuk menggali banyak parit di lembah itu. Kemudian, dengan kehadiran TUHAN yang luar biasa, parit-parit tersebut terisi air, cukup untuk menghidupi tentara dan ternak mereka. Ini adalah demonstrasi kekuatan ilahi yang luar biasa.
Tetapi mukjizat air hanyalah awal dari campur tangan TUHAN. Pada pagi harinya, saat matahari terbit, air di parit itu tampak seperti darah bagi bangsa Moab. Mereka mengira bahwa tentara sekutu telah saling membunuh, sehingga mereka bergegas untuk menjarah. Namun, ketika mereka mendekat, mereka mendapati bahwa tentara Israel, Yehuda, dan Edom berdiri tegak, siap bertempur.
Dalam pertempuran tersebut, TUHAN menyerahkan pasukan Moab ke tangan mereka. Tentara sekutu berhasil menghancurkan sebagian besar Moab, menghancurkan kota-kota mereka, menutup mata air mereka, dan melempari setiap petak tanah yang baik dengan batu hingga semuanya tertutup. Puncaknya, ketika Raja Mesa dari Moab melihat bahwa pertempuran telah kalah, ia mengambil tiga ribu tentaranya yang gagah perkasa untuk menerobos garis musuh, tetapi ia gagal.
Kisah dalam 2 Raja-Raja 3 ini mengajarkan banyak hal. Pertama, tentang pentingnya mencari TUHAN dalam kesulitan. Ketika Yoram hanya mengandalkan kekuatan manusia, ia menghadapi kebuntuan. Namun, ketika Yosafat bersikeras untuk mencari TUHAN, jawaban datang melalui mukjizat dan kemenangan. Kedua, ini menunjukkan bahwa TUHAN peduli pada umat-Nya, bahkan ketika mereka berjuang dengan ketidaksempurnaan. Meskipun Yoram adalah raja yang kurang saleh, TUHAN masih menolong karena perjanjian-Nya dengan umat-Nya dan integritas Yosafat.
Kisah tiga raja ini mengingatkan kita bahwa iman kepada TUHAN adalah sumber kekuatan sejati. Kemenangan tidak datang dari jumlah pasukan atau strategi militer semata, tetapi dari kehendak dan kekuatan Allah. Bahkan dalam situasi yang paling genting, doa yang tulus dan iman yang teguh dapat membuka jalan bagi campur tangan ilahi yang luar biasa.