"Lalu masuklah ia ke dapur dan membuat bubur dari sayur-sayuran yang ada di sana. Tetapi ketika ia menuangkannya ke dalam panci, ia berseru, "Celaka, tuan hamba dan bubur itu, sebab tidak ada apa-apa di dalamnya!" Ia kemudian mengambilnya dan membubuhkannya ke dalam panci di hadapan mereka. Sesudah mereka makan, mereka berseru lagi, "Celaka, tuan hamba dan bubur itu, sebab tidak ada apa-apa di dalamnya!" Tetapi setelah dimakan, mereka berkata, "Ada cukup makanan di dalam panci ini, dan bahkan ada lebihnya!"
Kisah yang tercatat dalam Kitab 2 Raja-raja pasal 4 ayat 39 ini membawa kita pada sebuah momen yang tampaknya sederhana, namun sarat dengan pesan yang mendalam tentang kekuasaan dan kemurahan hati ilahi. Dalam situasi yang penuh dengan keterbatasan dan keputusasaan, firman Tuhan memperlihatkan bagaimana sebuah kepedulian yang tulus dapat berubah menjadi sumber keajaiban yang berlimpah. Ayat ini menceritakan tentang sekelompok nabi yang kelaparan dan seorang hamba yang diperintahkan untuk menyiapkan makanan bagi mereka. Sumber daya yang tersedia sangat minim, hanya ada beberapa sayuran liar yang ditemukan di ladang. Ketidakmungkinan untuk memberikan makanan yang cukup untuk banyak orang membuat hati sang hamba dipenuhi kekhawatiran. Ia berseru, "Celaka, tuan hamba dan bubur itu, sebab tidak ada apa-apa di dalamnya!" Ungkapan ini mencerminkan kepedihan dan ketidakberdayaan dalam menghadapi kelangkaan.
Namun, di sinilah peran Elia, seorang nabi yang memiliki hubungan erat dengan Tuhan, menjadi krusial. Elia tidak membiarkan keputusasaan menguasai situasi. Sebaliknya, ia mengambil apa yang ada, meskipun sedikit, dan dengan keyakinan yang teguh, ia memerintahkan agar makanan itu dimasak. Ia mengubah apa yang terlihat tidak berarti menjadi sesuatu yang berpotensi menjadi berkat. Proses memasak itu sendiri mungkin terasa seperti usaha yang sia-sia bagi sang hamba, karena bahan dasarnya sangat sedikit. Ia mengulangi keluhannya, "Celaka, tuan hamba dan bubur itu, sebab tidak ada apa-apa di dalamnya!" Ini adalah gambaran klasik dari pandangan manusia yang terbatas, yang hanya melihat apa yang tampak di permukaan.
Ajaibnya, ketika makanan itu mulai dibagikan, terjadi sesuatu yang luar biasa. "Sesudah mereka makan, mereka berseru lagi, "Celaka, tuan hamba dan bubur itu, sebab tidak ada apa-apa di dalamnya!" Tetapi setelah dimakan, mereka berkata, "Ada cukup makanan di dalam panci ini, dan bahkan ada lebihnya!" Pernyataan ini adalah inti dari mukjizat tersebut. Apa yang tadinya dianggap tidak cukup, bahkan "tidak ada apa-apa", ternyata mampu mengenyangkan semua orang dan bahkan menyisakan lebihnya. Ini bukan sekadar tentang makanan yang menjadi banyak secara fisik, tetapi lebih kepada manifestasi kuasa Tuhan yang melampaui logika dan kemampuan manusia.
Kisah 2 Raja-raja 4:39 mengajarkan kita beberapa pelajaran berharga. Pertama, bahwa Tuhan dapat bekerja melalui keterbatasan kita. Sekecil apa pun yang kita miliki, jika diserahkan kepada-Nya dengan iman, dapat dipergunakan untuk tujuan yang besar. Kedua, pentingnya memiliki perspektif ilahi. Apa yang bagi kita tampak tidak mungkin, bagi Tuhan adalah hal yang mudah. Kita sering kali dibatasi oleh pemikiran kita sendiri, sementara Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih luas dan penuh kelimpahan. Ketiga, ini adalah pengingat akan kemurahan Tuhan yang tidak pernah habis. Dalam situasi di mana harapan hampir sirna, Tuhan hadir untuk memberikan pemeliharaan dan kelimpahan.
Cerita ini relevan hingga kini. Di tengah berbagai tantangan hidup, di saat kita merasa sumber daya kita terbatas, baik itu materi, tenaga, maupun pikiran, kita diingatkan untuk tidak menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, marilah kita membawa segala keterbatasan kita kepada Tuhan. Seperti sayuran liar yang dimasak menjadi makanan yang melimpah, Tuhan mampu mengubah situasi yang paling sulit sekalipun menjadi berkat. Pesan dari 2 Raja-raja 4:39 adalah undangan untuk senantiasa percaya pada kemampuan Tuhan untuk menyediakan, melimpahkan, dan melakukan hal-hal ajaib di tengah kehidupan kita, bahkan ketika tampaknya "tidak ada apa-apa". Kepercayaan ini akan membawa kita pada pengalaman akan "cukup makanan... dan bahkan ada lebihnya!"