Simbol otoritas, keadilan, dan kebenaran ilahi.
"Baiklah, terimalah hukumanmu, hai Yehu!" (2 Raja-Raja 9:24)
Kitab 2 Raja-Raja pasal 9 dan 10 mencatat serangkaian peristiwa dramatis yang mengarah pada penggulingan dinasti Ahab dan pembersihan penyembahan Baal di Israel. Peristiwa ini dipicu oleh nubuat nabi dan dilaksanakan melalui tangan Yehu, seorang perwira tentara Israel yang ditunjuk oleh Allah untuk melaksanakan penghukuman-Nya. Perikop ini bukan hanya kisah tentang pergantian kekuasaan, tetapi juga pelajaran mendalam tentang kesetiaan, kekejaman, dan keadilan ilahi yang konsekuen.
Babak pertama dari drama ini terjadi di Ramot-Gilead, di mana raja Yoram dari Israel terluka dalam pertempuran melawan Siria. Pada saat yang genting ini, Allah mengutus seorang nabi untuk mengurapi Yehu sebagai raja Israel. Perintahnya jelas: menghancurkan seluruh keluarga Ahab, termasuk Izebel, serta semua penyembah Baal. Urutan peristiwa ini menunjukkan bagaimana Allah menggunakan cara-cara yang tidak terduga untuk melaksanakan rencana-Nya. Yehu, yang awalnya hanya seorang perwira, kini dipercayakan dengan misi ilahi yang monumental.
Perjalanan Yehu menuju takhta diwarnai dengan kelihaian dan keberanian. Ia berhasil menutupi niatnya dari rekan-rekannya dan segera bergerak menuju Yezreel, tempat raja Yoram berada. Pertemuan antara Yehu dan Yoram penuh dengan ketegangan. Yoram, meskipun terluka, masih berkuasa, tetapi Yehu, yang dipenuhi Roh Allah, berbicara dengan otoritas yang tak terbantahkan. Ketika Yoram menanyakan apakah ada damai, Yehu menjawab dengan tegas, "Damai? Damai apa, selama pelacuran Izebel ibumu dan begitu banyak sihirnya?" (2 Raja-Raja 9:22). Perkataan ini menandai titik balik yang tak bisa dihindari.
Kematian raja Yoram adalah awal dari pembersihan yang lebih luas. Yehu kemudian mengkonfrontasi Izebel, ratu yang licik dan jahat. Alih-alih bertarung, Izebel justru mencoba menakut-nakuti Yehu dengan penampilannya yang megah. Namun, Yehu memerintahkan agar ia dilemparkan dari jendela istana, dan tubuhnya diinjak-injak oleh kuda-kuda. Kematian Izebel sesuai dengan nubuat Nabi Elia, menunjukkan bahwa tidak ada satu pun firman Allah yang akan gagal. Darahnya sampai terciprat ke dinding dan ke kuda-kuda, sebuah gambaran mengerikan tentang pembalasan ilahi atas kejahatannya.
Selanjutnya, Yehu melanjutkan misinya di Yezreel dan Samaria. Ia memerintahkan agar semua anak Ahab, yang masih hidup, dibunuh. Perintah ini juga dilaksanakan dengan brutal, termasuk kematian Ahazia, raja Yehuda, yang memiliki hubungan keluarga dengan Ahab. Babak kedua dari perintah ilahi ini, yaitu pemberantasan penyembahan Baal, juga dilakukan dengan metode yang tidak kalah ganas. Yehu mengumpulkan semua nabi Baal dan para penyembahnya di kuil Baal, kemudian memerintahkan agar mereka semua dibunuh. Ia memastikan bahwa tidak ada satu pun penyembah Baal yang tersisa, menghancurkan patung-patung Baal dan meruntuhkan kuilnya.
Meskipun Yehu berhasil melaksanakan perintah Allah untuk menghancurkan keluarga Ahab dan penyembahan Baal, ia tidak sepenuhnya berbalik kepada TUHAN. Kitab 2 Raja-Raja mencatat bahwa ia tetap membiarkan patung-patung lembuzemasa yang dibuat oleh Yerobeam di Betel dan di Dan tetap ada. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Allah menggunakan Yehu untuk melakukan pekerjaan keadilan, kesetiaan Yehu kepada Allah tidaklah sempurna. Ini menjadi pengingat penting bahwa ketaatan yang setengah-setengah tidaklah cukup di hadapan Allah yang menuntut hati yang sepenuhnya.
Kisah 2 Raja-Raja 9-10 memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana Allah bekerja melalui manusia untuk melaksanakan keadilan-Nya. Peristiwa ini menyoroti konsekuensi dari kejahatan dan penyembahan berhala, serta pentingnya ketaatan total kepada Allah. Di balik kekejaman yang terjadi, terlihat campur tangan ilahi yang tak terbantahkan, yang memastikan bahwa kejahatan akan menerima hukuman, dan umat-Nya pada akhirnya akan dibebaskan dari penindasan.