2 Tawarikh 10:9 - Nasihat yang Menyesatkan

"Tetapi ia mendesak mereka dengan perkataan dan berkata: 'Apa nasihat yang kamu berikan kepadaku?'"
Kebenaran dan Kesalahan Bijak Sesat Pilihan
Ilustrasi dampak pilihan nasihat

Ayat 2 Tawarikh 10:9 menggambarkan sebuah momen krusial dalam sejarah Kerajaan Israel. Rehoboam, putra Salomo, baru saja naik takhta. Ia dihadapkan pada permintaan rakyat yang menginginkan keringanan beban kerja dan pajak yang berat. Alih-alih mendengarkan para penasihat tua yang bijaksana yang pernah mendampingi ayahnya, Rehoboam justru mencari pendapat dari teman-teman sebayanya, orang-orang yang tumbuh bersamanya.

Pertanyaan Rehoboam, "Apa nasihat yang kamu berikan kepadaku?" terdengar sederhana, namun di baliknya tersimpan sebuah potensi bencana. Ia sedang mencari validasi atas keinginan hatinya yang cenderung arogan dan ingin menunjukkan kekuasaannya, bukan mencari solusi yang adil dan bertanggung jawab bagi rakyatnya. Para penasihat muda yang licik, yang tidak memiliki pengalaman memimpin dan memahami denyut kehidupan rakyat, memberikan nasihat yang jauh dari kata bijak. Mereka menganjurkan agar beban rakyat diperberat, bahkan lebih dari yang pernah dilakukan Salomo. Nasihat ini, yang awalnya mungkin terdengar menggoda bagi telinga raja muda yang haus kuasa, sesungguhnya adalah racun yang mematikan.

Dampak dari nasihat yang menyesatkan ini sangat dahsyat. Perkataan Rehoboam kepada rakyat, yang mencerminkan nasihat jahat para pemuda itu, memicu kemarahan dan pemberontakan. Sepuluh suku Israel memisahkan diri, membentuk kerajaan utara yang terpisah, menyisakan hanya suku Yehuda dan Benyamin di selatan di bawah kekuasaan Rehoboam. Perpecahan ini menjadi luka permanen dalam sejarah bangsa Israel, melemahkan mereka di hadapan bangsa-bangsa lain dan menjadi awal dari banyak penderitaan di masa mendatang.

Kisah ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Pertama, pentingnya memilih penasihat dengan bijak. Tidak semua nasihat yang datang dari orang terdekat, apalagi yang memiliki kepentingan pribadi atau kecenderungan untuk menyenangkan kita, adalah nasihat yang baik. Kita perlu mencari orang-orang yang memiliki hikmat, integritas, dan perspektif yang luas, yang berani mengatakan kebenaran meskipun itu sulit didengar.

Kedua, kita harus berhati-hati terhadap godaan kekuasaan dan kesombongan. Menjadi pemimpin, baik dalam skala kecil maupun besar, membutuhkan kerendahan hati dan kemampuan untuk mendengarkan. Rehoboam gagal dalam ujian kepemimpinannya karena ia lebih mengutamakan egonya daripada kesejahteraan rakyatnya. Ia terbuai oleh pujian dan keinginan untuk menunjukkan dominasi, alih-alih menjadi gembala yang baik bagi domba-dombanya.

Ketiga, kita harus menguji setiap nasihat yang kita terima, terutama yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan kasih. Nasihat yang mendorong kita untuk menyakiti orang lain, menindas yang lemah, atau mengabaikan keadilan, adalah nasihat yang datang dari sumber yang salah dan akan membawa kehancuran. Kebijaksanaan sejati selalu selaras dengan prinsip-prinsip ilahi, yang mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.

Kisah 2 Tawarikh 10:9 mengingatkan kita bahwa satu nasihat yang salah, yang didasari oleh keinginan buruk, dapat mengubah arah sejarah dan membawa konsekuensi yang menghancurkan. Oleh karena itu, marilah kita selalu mencari hikmat dari sumber yang benar, memilih penasihat dengan cermat, dan memerintah diri sendiri dengan kerendahan hati dan keadilan.