"Sesungguhnya ia menempatkan raja-raja di antara imam-imam dan orang-orang Lewi di seluruh negerinya."
Ayat 2 Tawarikh 11:10 dalam Kitab Suci memberikan kita sebuah pandangan penting mengenai struktur dan tatanan pemerintahan di kerajaan Yehuda, khususnya pada masa pemerintahan Raja Rehabeam, putra Salomo. Ayat ini bukanlah sekadar catatan sejarah biasa, melainkan mengungkapkan sebuah prinsip teologis yang mendasar: pengakuan dan penempatan hamba-hamba Tuhan dalam urusan pemerintahan dan pelayanan umat.
Setelah Israel terpecah menjadi dua kerajaan, yakni Israel di utara dan Yehuda di selatan, Raja Rehabeam berupaya memperkuat kekuasaannya di Yerusalem. Salah satu langkah strategisnya adalah menempatkan imam-imam dan orang-orang Lewi dalam posisi-posisi penting di seluruh negerinya. Hal ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya peran spiritual dan pelayanan yang dipimpin oleh para pemuka agama dalam menjaga keutuhan dan kesejahteraan bangsa.
Penempatan para imam dan orang Lewi bukan hanya sekadar memberikan mereka kedudukan, tetapi juga merupakan pengakuan terhadap fungsi mereka sebagai pelayan Tuhan dan penuntun umat. Dalam konteks ini, mereka diharapkan tidak hanya menjalankan tugas-tugas ibadah, tetapi juga turut berperan dalam menegakkan hukum Tuhan, mendidik masyarakat, dan memberikan bimbingan rohani. Ini mencerminkan pandangan bahwa urusan pemerintahan tidak dapat dipisahkan dari kehendak Tuhan dan prinsip-prinsip kebenaran.
Lebih dari itu, ayat ini juga bisa dimaknai sebagai bentuk pengakuan Raja Rehabeam atas warisan leluhurnya, yaitu Raja Daud. Raja Daud dikenal sebagai pribadi yang mengutamakan Tuhan dalam segala hal, termasuk dalam penataan ibadah dan pelayanan di Bait Suci. Meskipun Daud tidak menjabat sebagai imam, ia sangat menghargai dan mendukung peran para imam dan orang Lewi. Dengan meniru jejak Daud, Rehabeam berusaha membangun kerajaannya di atas fondasi yang kokoh, yaitu kesetiaan kepada Tuhan dan pengakuan terhadap otoritas-Nya.
Dalam arti yang lebih luas, 2 Tawarikh 11:10 mengajarkan kita tentang pentingnya kolaborasi antara otoritas sipil dan otoritas spiritual. Ketika pemimpin negara menempatkan para pelayan Tuhan dalam posisi yang strategis dan menghargai peran mereka, hal ini dapat berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih baik, yang berakar pada nilai-nilai moral dan spiritual. Ini adalah pengingat bahwa kebijaksanaan ilahi harus menjadi panduan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik.
Ayat ini juga menyoroti kesetiaan Tuhan terhadap janji-Nya kepada Daud. Meskipun kerajaan terpecah, Tuhan terus memelihara garis keturunan Daud dan kerajaannya di Yehuda. Dengan mengizinkan para imam dan orang Lewi untuk memegang peran penting, Tuhan memastikan bahwa umat-Nya tetap terhubung dengan-Nya dan hidup sesuai dengan firman-Nya. Ini adalah gambaran yang indah tentang bagaimana Tuhan bekerja melalui berbagai instrumen untuk mewujudkan rencana-Nya bagi umat-Nya.
Oleh karena itu, 2 Tawarikh 11:10 bukan hanya sebuah ayat sejarah, tetapi sebuah pelajaran yang relevan hingga saat ini. Ia mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita menempatkan dan menghargai nilai-nilai spiritual dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat kita. Mari kita terus mencari hikmat Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, seperti yang telah dicontohkan oleh para pemimpin yang setia kepada-Nya.