"Dan Yehu bin Hanani, pelihat itu, pergi mendapatkan raja Hizkia dan berkata kepadanya: "Haruskah engkau menolong orang fasik dan mengasihi mereka yang membenci TUHAN? Karena hal ini murka TUHAN menimpa engkau."
Ayat 2 Tawarikh 19:2 menyajikan sebuah momen krusial dalam sejarah kepemimpinan Raja Hizkia dari Yehuda. Dalam ayat ini, seorang nabi bernama Yehu bin Hanani datang menghadap raja dengan sebuah pesan yang tajam dan penuh peringatan. Pesan ini bukan berasal dari kebijaksanaan manusia semata, melainkan firman Tuhan yang disampaikan melalui hamba-Nya. Inti dari peringatan ini adalah tentang sikap raja terhadap mereka yang "fasik" dan "membenci Tuhan".
Yehu menegur Hizkia karena "menolong orang fasik dan mengasihi mereka yang membenci TUHAN". Ini mengindikasikan bahwa raja Hizkia, meskipun dikenal sebagai pemimpin yang saleh dalam banyak aspek, kemungkinan besar telah mengambil kebijakan atau tindakan yang bersekutu atau menunjukkan belas kasihan yang keliru kepada pihak-pihak yang jelas-jelas menentang kehendak Tuhan. Sikap ini dipandang oleh Tuhan sebagai tindakan yang salah dan membawa konsekuensi berupa "murka TUHAN menimpa engkau".
Makna Keadilan dan Kesetiaan Ilahi
Ayat ini mengajarkan kita pelajaran yang mendalam tentang pentingnya memelihara hati yang teguh pada Tuhan, tanpa kompromi. Keadilan yang sejati tidak hanya mencakup tindakan yang benar terhadap sesama, tetapi juga penolakan yang tegas terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilahi. Membantu atau menunjukkan kasih kepada mereka yang secara aktif menentang Tuhan adalah sebuah bentuk ketidaksetiaan yang serius.
Dalam konteks kepemimpinan, ayat ini sangat relevan. Seorang pemimpin rohani maupun duniawi dipanggil untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan, antara mereka yang berjalan sesuai kehendak Tuhan dan mereka yang menolaknya. Menjalin persahabatan atau kemitraan dengan pihak-pihak yang memusuhi Tuhan, meskipun mungkin terlihat sebagai strategi pragmatis atau taktis, pada akhirnya dapat mengalihkan kesetiaan seseorang dari sumber kebenaran itu sendiri. Ini bukan berarti kita tidak boleh berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda, namun ini adalah peringatan agar tidak mengkompromikan nilai-nilai fundamental demi kesenangan atau keuntungan sementara.
Pelajaran untuk Kehidupan Pribadi
Bagi kita sebagai individu, 2 Tawarikh 19:2 mengingatkan agar kita selalu menguji hati dan tindakan kita. Apakah ada area dalam hidup kita di mana kita "menolong orang fasik" atau "mengasihi mereka yang membenci Tuhan"? Ini bisa berarti membenarkan dosa, menutup mata terhadap ketidakadilan, atau bahkan terlibat dalam percakapan atau aktivitas yang merendahkan nilai-nilai kebenaran. Tuhan menghendaki kesetiaan yang utuh. Dia ingin kita menjadi garam dan terang, yang memiliki pengaruh positif, bukan yang terpengaruh oleh kegelapan.
Menyikapi pesan Yehu kepada Hizkia, kita perlu merenungkan betapa pentingnya integritas dalam setiap aspek kehidupan. Keberanian untuk bersikap tegas dalam kebenaran, bahkan ketika itu tidak populer atau sulit, adalah tanda kedewasaan rohani. Hizkia adalah raja yang saleh, namun bahkan dia membutuhkan koreksi. Ini menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kemungkinan berbuat salah, dan kerendahan hati untuk menerima teguran adalah kunci pertumbuhan. Marilah kita belajar untuk membedakan dengan bijak, memelihara hati yang murni, dan mengarahkan segala kasih dan dukungan kita kepada Tuhan dan kehendak-Nya yang kudus.