Ayat penting dari 2 Tawarikh 19:5 memberikan gambaran singkat namun kuat tentang langkah proaktif yang diambil oleh Raja Yosafat untuk menegakkan keadilan di kerajaannya. Firman Tuhan mencatat, "Dan ia menempatkan hakim-hakim di setiap kota berkubu di Yehuda." Tindakan ini bukan sekadar formalitas, melainkan inti dari pemerintahan yang bertanggung jawab dan berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran ilahi. Raja Yosafat menyadari bahwa fondasi sebuah kerajaan yang kokoh tidak hanya terletak pada kekuatan militer atau kemakmuran ekonomi, tetapi yang terpenting adalah keadilan yang ditegakkan secara merata bagi seluruh rakyatnya.
Penempatan hakim-hakim di kota-kota yang memiliki benteng pertahanan menunjukkan strategi yang matang. Kota-kota berkubu sering kali menjadi pusat administrasi dan pertahanan. Dengan menempatkan perwakilan hukum di sana, Yosafat memastikan bahwa keadilan dapat diakses oleh penduduk di berbagai wilayah, tidak hanya di ibu kota. Hal ini mencerminkan pemahaman bahwa keadilan haruslah universal dan dapat dirasakan oleh setiap warga negara, terlepas dari lokasi geografis mereka. Tindakan ini adalah manifestasi nyata dari keinginan untuk menciptakan tatanan yang adil dan tertib, di mana perselisihan dapat diselesaikan secara damai berdasarkan hukum.
Lebih dari sekadar penempatan fisik, tindakan Yosafat ini juga sarat dengan makna teologis. Dalam konteks sejarah Israel, keadilan sering kali dihubungkan erat dengan ketaatan kepada Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Yosafat, yang dikenal sebagai raja yang hatinya cenderung kepada Tuhan, berusaha meniru keadilan ilahi dalam pemerintahannya. Dia tidak hanya menunjuk orang-orang untuk duduk di pengadilan, tetapi ia juga menekankan pentingnya integritas dan kejujuran. Sebagaimana yang tertulis dalam ayat-ayat sebelumnya (2 Tawarikh 19:6-7), Yosafat memberikan instruksi tegas kepada para hakimnya: "Perhatikanlah apa yang kamu lakukan, sebab bukan untuk manusia kamu menjalankan penghakiman, melainkan untuk TUHAN; Ia akan menyertai kamu dalam perkara hukum. Sekarang, biarlah ketakutan akan TUHAN menyertai kamu; bertindaklah dengan hati-hati, sebab pada TUHAN, Allah kita, tidak ada ketidakadilan, dan Ia tidak memandang bulu, dan tidak menerima suap."
Instruksi ini sangat fundamental. Yosafat mengarahkan para hakimnya untuk mengingat bahwa penghakiman yang mereka lakukan bukanlah sekadar urusan duniawi, tetapi memiliki dimensi ilahi. Mereka adalah wakil Tuhan di bumi, yang dipercayakan tugas mulia untuk menegakkan kebenaran. Ketakutan akan Tuhan menjadi panduan moral yang paling utama, memastikan bahwa keputusan mereka tidak didasarkan pada favoritisme, prasangka, atau sogokan, melainkan pada prinsip kebenaran yang abadi. Dengan demikian, penempatan hakim di kota-kota berkubu menjadi lebih dari sekadar reformasi birokrasi; itu adalah upaya untuk menanamkan nilai-nilai ilahi ke dalam struktur pemerintahan, menciptakan masyarakat yang mencerminkan karakter Allah yang adil dan penuh kasih.
Kisah Raja Yosafat dalam 2 Tawarikh 19:5 mengajarkan kepada kita bahwa pemerintahan yang efektif dan diberkati senantiasa berakar pada penegakan keadilan yang teguh. Hal ini membutuhkan kepemimpinan yang bijaksana, integritas para pejabat, dan komitmen untuk selalu menjadikan prinsip-prinsip moral dan ilahi sebagai landasan setiap keputusan. Ini adalah pelajaran yang tetap relevan hingga hari ini, mengingatkan kita akan tanggung jawab kita untuk selalu mendambakan dan memperjuangkan keadilan dalam segala aspek kehidupan.