"Sesungguhnya, aku hendak mendirikan sebuah rumah bagi nama TUHAN, Allahku, untuk menguduskannya bagi Dia, untuk mempersembahkan korban dupa di hadapan-Nya, untuk menyajikan roti sajian senantiasa, dan untuk mempersembahkan korban bakaran pagi dan petang, pada hari-hari Sabat dan pada bulan-bulan baru dan pada hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN, Allah kita. Itulah ketetapan untuk selamanya bagi orang Israel."
Simbol Bait Suci dengan cahaya ilahi dan aliran berkat.
Ayat 2 Tawarikh 2:4 berbicara tentang sebuah niat yang mulia dari seorang raja, yaitu mendirikan sebuah "rumah bagi nama TUHAN, Allahku". Niat ini bukan sekadar pembangunan fisik semata, melainkan sebuah tindakan iman yang mendalam, sebuah tempat khusus yang didedikasikan untuk kemuliaan Allah. Dalam konteks sejarah Israel, pembangunan Bait Suci merupakan puncak dari upaya untuk memiliki pusat ibadah yang permanen dan sakral, tempat umat beriman dapat bertemu dengan Tuhan. Raja yang dimaksud di sini adalah Salomo, yang melanjutkan warisan ayahnya, Daud, dalam merencanakan dan membangun tempat yang layak bagi Tabut Perjanjian.
Lebih jauh lagi, ayat ini merinci tujuan-tujuan spesifik dari pembangunan rumah tersebut. Tujuannya adalah untuk "menguduskannya bagi Dia", yang berarti memisahkannya dari penggunaan duniawi dan menjadikannya sepenuhnya milik Tuhan. Ini menunjukkan keseriusan dan kesucian ibadah yang akan dilakukan di sana. Ayat ini menyebutkan beberapa bentuk ibadah yang akan senantiasa dipersembahkan:
Ayat tersebut juga menekankan pentingnya ibadah yang dilakukan sesuai dengan ketetapan ilahi. Penyebutan "hari-hari Sabat dan pada bulan-bulan baru dan pada hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN, Allah kita" menunjukkan bahwa ibadah tidak hanya bersifat insidental, tetapi terstruktur dan terencana sesuai dengan kalender keagamaan yang telah digariskan oleh Tuhan sendiri. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan dan keteraturan dalam beribadah, serta pengakuan bahwa Tuhan yang menentukan cara dan waktu yang berkenan bagi-Nya.
"Itulah ketetapan untuk selamanya bagi orang Israel." Pernyataan penutup ini menegaskan sifat permanen dan fundamental dari bangunan serta ibadah yang didirikannya. Bait Suci bukan hanya sebuah bangunan untuk satu generasi, tetapi sebuah fondasi spiritual yang dirancang untuk berlangsung sepanjang sejarah bangsa Israel. Ayat ini menjadi pengingat akan komitmen total yang dituntut dari umat Tuhan dalam membangun dan memelihara tempat ibadah, serta dalam menjalani kehidupan yang sepenuhnya didedikasikan bagi kemuliaan-Nya. Ini mengajarkan kita bahwa pembangunan rohani, baik secara pribadi maupun komunal, adalah sebuah proyek yang berkelanjutan dan sakral, yang berakar pada ketaatan terhadap firman dan ketetapan Tuhan.