2 Tawarikh 22 10: Nasihat Sang Ibu terhadap Pengkhianatan

"Ketika ATAHYA, ibu YAHUDA, melihat bahwa anaknya telah mati, ia bangkit dan membinasakan seluruh keturunan raja dari kaum Daud."

Ayat ini dari Kitab 2 Tawarikh, pasal 22 ayat 10, membuka sebuah babak yang kelam namun penuh pelajaran penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Peristiwa ini terjadi pada masa yang sangat genting, di mana intrik politik dan perebutan kekuasaan mencapai puncaknya. Setelah raja Yoram tewas, tahta kerajaan seharusnya diteruskan kepada putranya, Ahazia. Namun, takdir berkata lain.

Ahazia adalah seorang raja yang berumur sangat muda ketika ia naik takhta, hanya 22 tahun. Kepemimpinannya tidak berlangsung lama, hanya satu tahun saja. Masa pemerintahannya diwarnai oleh pengaruh buruk ibunya, Atalya, yang adalah putri dari Ahab raja Israel dan putri dari Izebel, seorang wanita yang terkenal dengan kejahatannya. Atalya membawa serta budaya dan pengaruh asing yang jauh dari jalan Tuhan, bahkan ia sendiri terlibat dalam penyembahan berhala yang menyesatkan umat Israel.

Ketika Ahazia terbunuh bersama dengan ayahnya dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Yehu di Yizreel, Atalya melihat sebuah peluang untuk mengambil alih kekuasaan. Nasihat yang ia berikan kepada dirinya sendiri, dan yang kemudian ia jalankan dengan kejam, adalah memusnahkan seluruh keturunan raja yang sah dari garis keturunan Daud. Tindakan ini sangat brutal dan penuh dendam. Tujuannya jelas: menghilangkan semua pewaris tahta sehingga ia bisa duduk di kursi kekuasaan tanpa ada yang menantang.

Atalya, seorang wanita yang kuat dan ambisius, tidak ragu-ragu untuk melakukan pembantaian massal demi ambisinya. Ia memanfaatkan situasi kekacauan setelah kematian raja dan banyak pangeran. Nasihat "bijak" ala duniawi yang ia pegang adalah: jika ingin berkuasa, singkirkan semua potensi pesaing. Ini adalah contoh mengerikan dari bagaimana kekuasaan dapat merusak akal sehat dan hati nurani. Keinginan untuk menguasai bisa membutakan seseorang dari kemanusiaan dan keadilan.

Namun, kisah ini tidak berakhir dengan kemenangan Atalya. Meskipun ia berhasil menduduki takhta dan memerintah selama enam tahun, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ada secercah harapan yang tersembunyi, di mana seorang bibi Ahazia, Yosyeba, yang adalah putri raja Yoram, secara diam-diam menyelamatkan Yoas, putra Ahazia yang masih bayi, dari pembantaian itu. Yoas kemudian dibesarkan dan disembunyikan di Bait Allah, dan akhirnya dinobatkan menjadi raja yang sah.

Pelajaran dari 2 Tawarikh 22 10 ini sangat relevan. Pertama, tentang bahaya ambisi yang liar dan bagaimana ia dapat mendorong seseorang melakukan kejahatan besar. Kedua, tentang pentingnya memiliki akal sehat dan hati nurani yang dibimbing oleh prinsip-prinsip ilahi, bukan sekadar ambisi pribadi. Ketiga, tentang kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berhenti, bahkan di tengah kegelapan dan kekacauan terburuk sekalipun. Tuhan selalu memiliki cara untuk memulihkan dan menegakkan keadilan-Nya.

Ilustrasi simbol kebijaksanaan dan perlindungan ilahi