Maka Amazia menguatkan hatinya, lalu membawanya ke lembah Salek, dan membunuh sepuluh ribu orang Edom.
Ayat 2 Tawarikh 25:11 mencatat sebuah momen penting dalam pemerintahan Raja Amazia dari Yehuda. Setelah mengalami kekalahan memalukan dari tentara Yehuda yang sebelumnya disewanya namun kemudian dipecatnya karena nasihat nabi, Amazia kemudian berhadapan dengan bangsa Edom. Kemenangan telak yang diraihnya dalam pertempuran ini bukanlah hasil dari kekuatan militernya semata, melainkan manifestasi dari pertolongan dan kuasa ilahi yang menyertainya. Ayat ini menyiratkan bahwa keberhasilan yang diraih Amazia atas musuh-musuhnya, khususnya bangsa Edom, adalah buah dari imannya dan tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, meskipun perlu diakui perjalanan spiritual Amazia sendiri tidak selalu konsisten.
Latar belakang peristiwa ini adalah ketidakpuasan Amazia terhadap kekuatan militer Yehuda sendiri. Ia bahkan menyewa seratus ribu prajurit dari Kerajaan Israel (utara) dengan sejumlah besar uang perak. Namun, seorang nabi memperingatkannya agar tidak mengandalkan pasukan Israel tersebut, karena Tuhan tidak menyertai mereka. Amazia yang taat pada suara kenabian itu pun melepaskan pasukan Israel tersebut, meskipun harus menanggung kerugian finansial. Keputusan ini, yang tampaknya kontraproduktif dari sudut pandang manusiawi, justru membuka jalan bagi intervensi ilahi yang lebih besar. Tuhan melihat ketaatan Amazia dalam menolak apa yang tampak sebagai kekuatan duniawi demi mengandalkan-Nya, meskipun itu berarti kerugian.
Ketika kemudian Amazia berhadapan dengan bangsa Edom di Lembah Garam, ia tidak sendirian. Ketaatan dan kepercayaan yang ia tunjukkan kepada Tuhan, meskipun dalam konteks yang kompleks, membuahkan hasil yang luar biasa. Ayat 2 Tawarikh 25:11 secara spesifik menyebutkan bahwa ia "menguatkan hatinya, lalu membawanya ke lembah Salek, dan membunuh sepuluh ribu orang Edom." Angka sepuluh ribu ini menunjukkan skala kemenangan yang dahsyat. Kemenangan ini bukan hanya mengamankan perbatasan Yehuda dari ancaman Edom, tetapi juga memberikan dorongan moral yang signifikan bagi rakyatnya.
Penting untuk merenungkan makna di balik kemenangan ini. Ini bukan sekadar kisah pertempuran militer, melainkan sebuah ilustrasi tentang bagaimana kepercayaan kepada Tuhan dapat membawa keberhasilan yang melampaui kemampuan manusia. Ketika seorang pemimpin dan bangsanya memilih untuk mengandalkan Tuhan, menaati firman-Nya, dan menempatkan harapan pada kuasa-Nya, bahkan dalam situasi yang sulit dan penuh ketidakpastian, hasil yang diraih bisa jadi luar biasa. "Lembah Salek" menjadi saksi bisu dari bagaimana Tuhan dapat membalikkan keadaan, mengubah potensi kekalahan menjadi kemenangan yang gemilang.
Kisah ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya mendengarkan suara Tuhan, bahkan ketika itu bertentangan dengan logika duniawi atau terasa merugikan secara materi. Keputusan Amazia untuk memecat tentara bayaran Israel, meskipun mahal, adalah tindakan iman yang pada akhirnya mendatangkan anugerah Tuhan yang jauh lebih berharga. Keberhasilan yang dicapai di Lembah Salek adalah bukti nyata bahwa sumber kekuatan sejati bukanlah pada jumlah pasukan atau kekayaan materi, melainkan pada hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Dengan menguatkan hati dalam kepercayaan kepada Tuhan, Amazia dan tentaranya berhasil mengalahkan sepuluh ribu musuh, sebuah pencapaian yang hanya bisa dijelaskan oleh campur tangan ilahi.
Kita bisa belajar dari 2 Tawarikh 25:11 bahwa dalam setiap tantangan hidup, entah itu dalam perjuangan pribadi, pekerjaan, atau hubungan, kita dipanggil untuk tidak hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, tetapi juga untuk mencari dan mengandalkan kuasa Tuhan. Sebagaimana Amazia menguatkan hatinya di hadapan musuh, kita pun dapat menguatkan hati kita dalam iman, mengetahui bahwa Tuhan sanggup memberikan kemenangan dan keberhasilan yang sejati. Kemenangan ini bukan hanya untuk kemenangan itu sendiri, tetapi untuk memuliakan nama Tuhan dan memperkuat iman umat-Nya.