2 Tawarikh 25:17 - Kebijaksanaan dan Kejatuhan Amazia

"Tetapi engkau, wahai Amazia, setelah menerima kekalahan dari Edom, telah memanggil pula budak-budak Yakub untuk menolongmu. Sungguh, sesungguhnya, kalau itu engkau lakukan, engkau akan binasa."
Hikmat Amarah Risiko

Representasi visual simbolis: Diamond hikmat, panah amarah, dan segitiga risiko.

Ayat 2 Tawarikh 25:17 adalah sebuah peringatan keras yang disampaikan oleh seorang nabi kepada Raja Amazia dari Yehuda. Peristiwa ini terjadi setelah Amazia meraih kemenangan gemilang melawan Edom. Kemenangan tersebut begitu menguasai pikirannya, sehingga ia menjadi sombong dan mengambil keputusan yang gegabah. Ia meminta bantuan kepada raja Israel untuk menambah kekuatan militernya, padahal ia seharusnya cukup mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan yang telah membantunya meraih kemenangan sebelumnya.

Kata-kata nabi tersebut, "Sungguh, sesungguhnya, kalau itu engkau lakukan, engkau akan binasa," bukanlah sekadar ancaman kosong. Ini adalah ramalan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang karakter Tuhan dan konsekuensi dari ketidaktaatan. Sang nabi mengingatkan Amazia bahwa ia telah menolak hikmat yang diberikan Tuhan dan malah bersandar pada kekuatan manusiawi yang pada akhirnya akan membawa kehancuran. Ironisnya, Amazia justru merasa tersinggung oleh nasihat bijak ini, menunjukkan betapa dalamnya ia telah tenggelam dalam kesombongan.

Kisah Amazia mengajarkan pelajaran berharga tentang bahaya kesombongan yang mengikuti kesuksesan. Kemenangan sering kali datang dengan godaan untuk merasa superior dan mandiri. Namun, sebagai umat yang beriman, kita dipanggil untuk selalu mengingat bahwa segala kekuatan dan keberhasilan berasal dari Tuhan. Mengabaikan sumber pertolongan ilahi dan mengandalkan diri sendiri atau sumber-sumber duniawi, seperti yang dilakukan Amazia, adalah jalan menuju kehancuran, baik secara spiritual maupun material.

Peringatan ini juga menyoroti pentingnya mendengar nasihat yang membangun, terutama dari mereka yang memiliki otoritas rohani atau kebijaksanaan. Meskipun nasihat tersebut mungkin terasa tidak menyenangkan, namun sering kali ia datang dari hati yang tulus dan bertujuan untuk kebaikan jangka panjang. Mengabaikan nasihat bijak sama saja dengan menolak cahaya yang dapat menuntun kita keluar dari kegelapan.

Dalam konteks kekristenan modern, ayat ini tetap relevan. Kita diingatkan untuk senantiasa rendah hati di hadapan Tuhan, mengakui ketergantungan kita pada-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Kesuksesan, baik dalam pekerjaan, studi, maupun kehidupan pribadi, seharusnya tidak membuat kita sombong, melainkan semakin bersyukur dan semakin bertekad untuk menggunakan berkat-berkat tersebut untuk kemuliaan Tuhan. Belajar dari kesalahan Amazia, kita diajak untuk terus menguji motivasi dan keputusan kita, memastikan bahwa segala tindakan kita didasari oleh ketaatan kepada firman Tuhan dan semangat kerendahan hati yang sejati.