"Sesungguhnya, ketika Amazia telah mengalahkan Edom di Lembah Asin, sepuluh ribu orang dibunuhnya; dan di Peperangan Salbiah ia juga merebut sepuluh ribu orang dari puncak gunung, lalu membunuh mereka."
Ayat 2 Tawarikh 25:18 menceritakan momen kemenangan luar biasa bagi Raja Amazia dari Yehuda. Setelah kekalahan telak pasukan bayaran dari Israel yang dipecatnya, Amazia mengandalkan kekuatan Tuhan dan pasukannya sendiri. Ia memimpin tentaranya menuju Lembah Asin dan melakukan serangan balik yang brilian terhadap bangsa Edom. Dalam dua pertempuran kunci, pasukan Yehuda berhasil membantai ribuan prajurit Edom, sebuah pencapaian militer yang mengukuhkan kekuasaannya dan menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi musuh.
Kemenangan ini bukan hanya soal kekuatan fisik atau strategi perang, tetapi juga memiliki dimensi spiritual. Bangsa Israel pada masa itu sering kali mengalami pasang surut dalam kesetiaan mereka kepada Tuhan. Kemenangan Amazia sering ditafsirkan sebagai bukti bahwa ketika seorang pemimpin dan bangsanya bersandar pada Tuhan, mereka dapat memperoleh kemenangan atas tantangan terbesar sekalipun. Keberaniannya di medan perang, meskipun patut dipuji, pada akhirnya akan diuji oleh keputusannya di masa depan.
Kisah Amazia dalam 2 Tawarikh 25 menawarkan pelajaran berharga tentang keberanian, kepercayaan kepada Tuhan, dan dampak dari kesombongan. Keberhasilan melawan Edom seharusnya menjadi dasar bagi Amazia untuk semakin menguatkan imannya dan memimpin Yehuda dengan bijak. Ia membuktikan bahwa Tuhan bisa memberikan kemenangan, bahkan ketika menghadapi musuh yang kuat. Tindakan "membunuh sepuluh ribu orang" di Lembah Asin dan dari puncak gunung Salbiah menunjukkan tingkat kehancuran yang dahsyat terhadap pasukan Edom.
Namun, ironisnya, ayat-ayat selanjutnya dalam kitab 2 Tawarikh menunjukkan bahwa kemenangan ini tampaknya memicu kesombongan dalam diri Amazia. Ia kemudian menantang Raja Yoas dari Israel, yang sebelumnya telah dipecatnya sebagai sekutu, dan akhirnya mengalami kekalahan memalukan. Kekalahan ini memperingatkan kita bahwa keberanian dan kemenangan, tanpa kerendahan hati dan hikmat yang terus-menerus bersumber dari Tuhan, dapat berujung pada kehancuran. Kisah ini mengingatkan bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada jumlah musuh yang dikalahkan, tetapi pada kesetiaan yang teguh kepada Sang Pencipta di setiap langkah kehidupan, baik dalam kemenangan maupun dalam kerendahan hati.
Ayat 2 Tawarikh 25:18 menjadi pengingat akan kekuatan yang dapat diperoleh ketika kita percaya pada Tuhan dan bertindak dengan berani, sekaligus menjadi peringatan bahwa kesuksesan duniawi harus selalu diimbangi dengan sikap yang rendah hati dan terus mencari bimbingan ilahi.