2 Tawarikh 25:21 - Kegagalan Akibat Ketergantungan pada Kekuatan Manusia

"Tetapi Amazia tidak mau mendengarkan, sebab itu Allah menetapkan demikian, supaya ia jatuh ke tangan musuh karena telah berbalik dari pada TUHAN, Allah Israel."

Ayat yang tertulis dalam 2 Tawarikh 25:21 ini merupakan sebuah pengingat yang kuat tentang pentingnya ketaatan dan kepercayaan penuh kepada Tuhan, terutama dalam menghadapi tantangan dan peperangan. Kisah ini berpusat pada Raja Amazia dari Yehuda, yang pada awalnya telah meraih kemenangan besar melawan orang Edom berkat kekuatan dari Tuhan. Namun, alih-alih memelihara dan memperdalam hubungan spiritualnya dengan Allah, Amazia justru melakukan sebuah kesalahan fatal yang berujung pada kehancurannya.

Sebelum ayat krusial ini, Amazia telah menunjukkan keberhasilan dalam memulihkan kekuatan militernya. Ia juga berhasil mengalahkan tentara Edom di Lembah Garam, membunuh sepuluh ribu orang dan merebut kota Sela. Keberhasilan ini tentu saja patut disyukuri dan menjadi bukti campur tangan Tuhan dalam kehidupannya. Namun, alih-alih kembali berserah sepenuhnya kepada sumber kemenangan sejatinya, Amazia justru terlena oleh kehebatannya sendiri dan keputusan yang tidak bijak. Ia mempekerjakan seratus ribu prajurit Israel (yang saat itu terpecah dari Kerajaan Utara) dengan sejumlah besar uang. Namun, para nabi Tuhan memperingatkan bahwa kehadiran mereka hanya akan membawa kehancuran bagi Yehuda karena Tuhan tidak menyertai mereka.

Peringatan ini seharusnya menjadi titik balik bagi Amazia untuk merefleksikan kembali sumber kekuatannya. Namun, ia mengabaikannya. Yang lebih parah, ia kemudian merasa yakin dengan kekuatannya sendiri dan membiarkan dirinya terbuai oleh keberhasilan semu yang ia peroleh melalui jalur yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Penolakan Amazia untuk mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan melalui para nabi adalah inti dari kejatuhannya. Sebagaimana ayat tersebut menegaskan, "sebab itu Allah menetapkan demikian, supaya ia jatuh ke tangan musuh karena telah berbalik dari pada TUHAN, Allah Israel." Ini bukan berarti Tuhan yang secara aktif menjerumuskan Amazia, melainkan Tuhan membiarkan konsekuensi dari pilihan Amazia sendiri terjadi, yaitu ketergantungan pada kekuatan duniawi dan pengabaian terhadap Sumber kekuatan ilahi.

Kisah Amazia mengajarkan kita bahwa kemenangan yang sejati dan berkelanjutan tidak dapat diraih hanya dengan mengandalkan kecerdasan, kekuatan manusia, atau sumber daya duniawi semata. Ketika kita mulai berpaling dari Tuhan, mengabaikan tuntunan firman-Nya, dan lebih mengandalkan diri sendiri atau kekuatan yang tidak diberkati-Nya, kita membuka diri terhadap kerentanan dan kegagalan. Kepercayaan penuh kepada Tuhan, ketaatan yang teguh pada firman-Nya, dan kerendahan hati untuk selalu meminta tuntunan-Nya adalah fondasi dari setiap kemenangan yang sesungguhnya, baik dalam peperangan rohani maupun dalam berbagai aspek kehidupan.

Mengingat kembali ayat ini, marilah kita introspeksi diri. Sudahkah kita benar-benar menempatkan Tuhan di tempat teratas dalam setiap keputusan dan tindakan kita? Atau adakah saatnya kita merasa lebih yakin pada kemampuan diri sendiri, pada saran orang lain yang tidak sejalan dengan kebenaran firman Tuhan, atau pada kekuatan lain yang bersifat sementara? Ingatlah, bahwa berkat dan kemenangan yang langgeng hanya datang dari Dia yang tidak pernah berubah, yaitu TUHAN, Allah kita.

Diambil dari prinsip-prinsip kebenaran ilahi.