"Lalu mereka menolong bapa-bapa kaum mereka, dan setelah berhimpun, orang-orang Lewi itu menguduskan diri mereka, lalu masuk untuk membersihkan Rumah TUHAN, Allah nenek moyang mereka, sesuai dengan segala titah TUHAN."
Ayat 2 Tawarikh 29:15 membawa kita pada momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, yaitu masa pemerintahan Raja Hizkia. Setelah periode kegelapan rohani di bawah pemerintahan raja-raja sebelumnya, Hizkia naik takhta dengan tekad kuat untuk mengembalikan ibadah yang benar kepada TUHAN. Tindakan pertamanya adalah membersihkan dan menguduskan kembali Bait Allah di Yerusalem, yang telah dinajiskan oleh praktik-praktik penyembahan berhala.
Ayat ini secara spesifik menyoroti peran penting para kaum Lewi dan para bapa kaum mereka. Mereka adalah orang-orang yang ditunjuk untuk pelayanan di Bait Allah. Perintah untuk menguduskan diri sebelum melakukan tugas mereka menunjukkan betapa seriusnya pekerjaan yang akan mereka lakukan. Pengudusan diri bukanlah sekadar ritual luar, melainkan sebuah persiapan spiritual yang mendalam, memisahkan diri dari segala yang najis dan mempersiapkan hati untuk mendekat kepada Tuhan.
Proses membersihkan Bait Allah digambarkan sebagai "membersihkan Rumah TUHAN, Allah nenek moyang mereka." Ini menegaskan kembali hubungan historis dan perjanjian antara Tuhan dengan umat-Nya. Bait Allah adalah simbol kehadiran Tuhan di antara umat-Nya, dan menjaga kesuciannya adalah prioritas utama. Tindakan ini adalah manifestasi dari ketaatan mereka terhadap "segala titah TUHAN." Hizkia dan para pelayannya tidak bertindak berdasarkan keinginan pribadi, melainkan mengikuti instruksi yang telah diberikan oleh Tuhan sendiri.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengingatkan kita bahwa pemulihan rohani seringkali dimulai dari pemulihan tempat ibadah atau bentuk ibadah kita yang paling utama. Menguduskan diri sendiri dan tempat pelayanan kita, apa pun bentuknya, adalah langkah fundamental untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini adalah panggilan untuk membersihkan hati, pikiran, dan tindakan kita dari segala sesuatu yang dapat memisahkan kita dari hadirat-Nya. Para kaum Lewi menjadi teladan bahwa pelayanan yang efektif dan berkenan kepada Tuhan memerlukan persiapan yang tulus dan ketaatan yang penuh.
Kisah Hizkia dan pengudusan Bait Allah menunjukkan bahwa reformasi rohani yang sejati adalah sebuah proses yang melibatkan kepemimpinan yang berani, partisipasi umat yang setia, dan yang terpenting, penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Ayat 2 Tawarikh 29:15 menjadi pengingat abadi akan pentingnya menjaga kekudusan dalam ibadah kita dan keseriusan dalam melayani Tuhan.
Tindakan ini bukan hanya sekadar pembersihan fisik, tetapi juga pemulihan hubungan spiritual antara umat Israel dengan Tuhan. Dengan menguduskan diri, para imam dan orang Lewi menegaskan kembali komitmen mereka untuk hidup kudus dan melayani Tuhan dengan hati yang murni. Ini adalah fondasi penting bagi kebangunan rohani yang lebih besar yang kemudian dialami oleh bangsa Yehuda di bawah kepemimpinan Hizkia.