2 Tawarikh 29 26: Memuji Allah dengan Sorak Sorai

"Dan ia menyuruh mengorbankan korban sembelihan dan korban api-apian, dan memerintahkan untuk melakukan itu untuk TUHAN, setelah bunyi sangkakala, dan tamburin, dan kecapi, sesuai dengan titah Daud, dan Gad, pandangan raja, dan Natan, nabi; karena titah itu adalah dari TUHAN melalui nabi-nabi-Nya."

Simbol harmoni dan ibadah yang meriah.

Ayat 2 Tawarikh 29:26 menceritakan momen penting dalam sejarah ibadah di Bait Allah, di bawah kepemimpinan Raja Hizkia. Setelah masa kegelapan dan penyembahan berhala, Hizkia membawa umat Israel kembali kepada penyembahan yang benar kepada Tuhan. Salah satu aspek kunci dari pemulihan ini adalah pengembalian ibadah dengan musik dan nyanyian yang khidmat.

Ayat ini menekankan betapa terorganisirnya dan betapa penuh semangatnya ibadah tersebut. Disebutkan bahwa korban sembelihan dan korban api-apian dipersembahkan kepada TUHAN. Ini adalah bagian integral dari ibadah Perjanjian Lama, sebagai tanda penebusan dosa dan pengucapan syukur. Namun, yang membuat momen ini begitu istimewa adalah penambahan unsur musikal yang kuat.

Bunyi sangkakala, tamburin, dan kecapi disebutkan secara spesifik. Instrumen-instrumen ini digunakan bukan secara sembarangan, melainkan sesuai dengan titah yang berasal dari tokoh-tokoh penting. Daud, nabi dan raja yang terkenal akan keahlian musiknya, menjadi sumber inspirasi penting. Gad, pandangan raja (yang kemungkinan adalah seorang nabi atau penasihat rohani), dan Natan, nabi yang setia melayani Raja Daud dan Hizkia, juga terlibat dalam penetapan tata cara ibadah ini. Yang terpenting, sumber dari segala titah ini adalah TUHAN sendiri, yang menyampaikannya melalui para nabi-Nya.

Penggunaan musik dalam ibadah memiliki makna yang mendalam. Musik dapat membangkitkan emosi, memperkuat pesan rohani, dan menciptakan suasana kekudusan serta sukacita. Dalam konteks pemulihan ibadah, nyanyian dan musik menjadi sarana bagi umat untuk mengekspresikan kegembiraan mereka karena telah kembali kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa ibadah yang sejati tidak hanya tentang ritual, tetapi juga tentang hati yang bersukacita dan penuh pujian.

Ayat ini mengajarkan kita bahwa dalam penyembahan kepada Tuhan, ada tempat untuk keteraturan dan otoritas ilahi, sekaligus tempat untuk ekspresi hati yang penuh semangat. Ketika kita beribadah kepada Tuhan, kita dipanggil untuk melakukannya dengan segala hati, pikiran, dan kemampuan kita, termasuk melalui musik dan nyanyian yang memuliakan Nama-Nya.

Momen ini menjadi contoh bagaimana gereja dan komunitas orang percaya dapat memulihkan dan memperkaya ibadah mereka. Dengan merujuk pada prinsip-prinsip Alkitab dan menggunakan alat-alat yang tersedia, termasuk musik, untuk memuliakan Tuhan, kita dapat mengalami kedalaman dan kegembiraan dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.