2 Tawarikh 30:16

"Mereka pun meletakkan kurban di tempatnya, seperti yang tertulis dalam Taurat TUHAN. Imam-imam menyiramkan darah yang diterima dari orang-orang Lew itu."

Ayat 2 Tawarikh 30:16 memberikan gambaran yang kuat tentang sebuah momen penting dalam sejarah Israel, yaitu ketika Raja Hizkia mengupayakan pemulihan ibadah yang benar kepada Tuhan setelah masa-masa kelalaian dan penyembahan berhala. Peristiwa ini bukanlah sekadar ritual biasa, melainkan sebuah penegasan kembali atas ketaatan kepada hukum Tuhan, yang menjadi fondasi keselamatan dan berkat bagi umat-Nya. Dalam ayat ini, kita melihat dua elemen krusial yang disorot: penempatan kurban yang tepat dan penyiraman darah sesuai dengan perintah Taurat.

Penempatan kurban di tempatnya menunjukkan sebuah keteraturan dan penghormatan terhadap aturan ilahi. Ini bukan sekadar memasak daging atau menempatkan hewan sembelihan di sembarang tempat. Ada prosedur yang harus diikuti, sebuah tatanan yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri melalui Musa. Ketaatan pada detail-detail ini mencerminkan sikap hati yang tulus dalam beribadah. Ibadah yang sejati tidak hanya melibatkan perasaan, tetapi juga tindakan yang taat dan tertib sesuai dengan firman Tuhan. Hizkia dan umatnya memahami bahwa mendekat kepada Tuhan haruslah melalui cara yang telah Dia tentukan.

Lebih lanjut, penyiraman darah oleh para imam yang diterima dari orang-orang Lew memiliki makna teologis yang mendalam. Dalam tradisi Perjanjian Lama, darah melambangkan kehidupan dan menjadi sarana penting untuk pendamaian dosa. Perintah untuk menyiramkan darah kurban di tempat yang telah ditentukan, seperti yang tertulis dalam Taurat, adalah bukti dari sistem pengorbanan yang dirancang oleh Tuhan untuk menebus umat-Nya dari dosa dan ketidaktaatan. Para imam, sebagai perantara antara Tuhan dan umat, memainkan peran vital dalam menjalankan ritual ini, memastikan bahwa semua dilakukan sesuai dengan ketetapan ilahi. Tindakan ini menegaskan bahwa keselamatan dan hubungan yang benar dengan Tuhan hanya dapat dicapai melalui pengorbanan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Konteks dari 2 Tawarikh 30 adalah seruan Hizkia untuk merayakan Paskah di Yerusalem setelah sekian lama tidak dirayakan. Banyak orang dari utara yang tidak dipersiapkan, namun Hizkia berdoa agar Tuhan berkenan menerima mereka. Kebangkitan rohani yang terjadi saat itu menjadi bukti nyata bahwa ketika umat Tuhan kembali kepada-Nya dengan hati yang tulus dan taat, Tuhan akan memulihkan dan memberkati mereka. Ayat 16 ini menjadi ilustrasi bagaimana pemulihan ibadah itu terjadi: melalui penataan kembali segala sesuatu sesuai dengan perintah Tuhan, termasuk dalam hal persembahan kurban.

Pesan dari ayat ini tetap relevan hingga kini. Ketaatan pada firman Tuhan, baik dalam hal ibadah pribadi maupun komunal, adalah kunci untuk menjaga hubungan yang sehat dengan Tuhan. Ini bukan tentang kesempurnaan tanpa cela, karena ayat-ayat lain dalam pasal yang sama menunjukkan bahwa ada orang yang tidak taat sepenuhnya namun tetap diberkati karena doa Hizkia. Namun, prinsip dasarnya tetap kuat: Tuhan menghargai usaha sungguh-sungguh untuk kembali kepada-Nya dengan cara yang Dia kehendaki. Mari kita renungkan betapa pentingnya menempatkan firman Tuhan sebagai panduan dalam setiap aspek kehidupan kita, agar kita senantiasa berada dalam aliran berkat dan keselamatan-Nya.

Ikon Ketaatan dan Pengorbanan