Ayat 2 Tawarikh 30:18 ini merupakan momen krusial dalam narasi pemulihan ibadah di bawah kepemimpinan Raja Hizkia di Yehuda. Dalam upaya untuk mengembalikan umat Allah kepada penyembahan yang benar sesuai dengan hukum Taurat, Hizkia memerintahkan perayaan Paskah. Namun, situasi yang dihadapi ternyata kompleks. Tidak semua orang yang hadir telah mengikuti semua persiapan yang disyaratkan, terutama dalam hal penyucian diri sesuai dengan peraturan hukum Musa.
Ketika situasi ini disampaikan kepada Hizkia, ia tidak serta-merta menolak atau menghukum orang-orang tersebut. Sebaliknya, ia menunjukkan belas kasihan dan pemahaman yang mendalam. Ia berdoa kepada Tuhan, memohon agar kiranya Tuhan mengampuni mereka yang memiliki kerinduan tulus untuk mencari Tuhan, meskipun dalam ketidaksempurnaan persiapan mereka. Doa Hizkia ini menjadi contoh yang luar biasa tentang bagaimana seharusnya kita mendekati kesalahan dan ketidaklengkapan dalam ibadah, baik secara pribadi maupun komunal.
Penekanan utama dalam doa Hizkia adalah pada 'hati yang mempersiapkan diri untuk mencari Allah'. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memandang hati lebih daripada sekadar kepatuhan lahiriah. Meskipun penyucian ritual penting, motivasi hati yang murni, kerinduan untuk bersatu dengan Tuhan, dan pengakuan akan kebutuhan akan-Nya adalah hal yang lebih utama di mata Tuhan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati berasal dari lubuk hati yang terdalam, bukan sekadar dari rutinitas atau kewajiban.
Dari perspektif teologis yang lebih luas, 2 Tawarikh 30:18 dapat dilihat sebagai bayangan awal dari penebusan yang lebih besar yang akan datang. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah Paskah kita yang sejati. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menyediakan cara bagi kita untuk bersatu kembali dengan Allah, tanpa perlu memenuhi persyaratan ritual yang rumit seperti di Perjanjian Lama. Darah-Nya yang tercurah adalah dasar pengampunan kita, membersihkan kita dari segala dosa dan ketidaksempurnaan.
Seperti umat Israel pada zaman Hizkia, kita juga sering kali datang kepada Tuhan dengan ketidaksempurnaan. Mungkin kita belum sepenuhnya 'menyucikan diri' dari kebiasaan buruk, atau kita mungkin merasa belum layak. Namun, ayat ini, bersama dengan ajaran Perjanjian Baru, memberikan harapan. Tuhan adalah 'TUHAN yang Maha Baik'. Dia mengerti kerapuhan kita. Jika kita memiliki hati yang sungguh-sungguh ingin mencari Dia, Dia akan menerima kita. Doa Hizkia adalah doa yang dapat kita panjatkan ketika kita merasa tidak sempurna namun rindu untuk dekat dengan Tuhan.
Kisah ini mengajarkan kita pentingnya belas kasihan dan anugerah. Dalam pelayanan, kita pun dipanggil untuk tidak cepat menghakimi orang lain atas ketidaksempurnaan mereka, melainkan mendoakan mereka agar memiliki hati yang mencari Tuhan. Biarlah anugerah Tuhan yang limpah, yang digenapi melalui Kristus, menjadi dasar keyakinan kita saat kita mendekati takhta-Nya, selalu dalam kerinduan untuk menyembah-Nya dengan segenap hati, bahkan ketika kita masih dalam proses pertumbuhan rohani. Ayat ini adalah pengingat yang menghibur bahwa Tuhan melihat hati kita dan mengampuni kita melalui 'TUHAN yang Maha Baik'.
Simbol Kesucian dan Penebusan