Ilustrasi: Simbol perayaan dan penyucian.
Orang Israel yang hadir di Yerusalem merayakan hari raya Roti Tidak Beragi selama tujuh hari dengan sukacita besar, dan orang-orang Lew serta orang-orang Lew menyanyikan pujian bagi TUHAN setiap hari dengan alat-alat musik yang kuat.
Ayat 2 Tawarikh 30:21 menggambarkan momen puncak dari perayaan Paskah yang dipimpin oleh Raja Hizkia. Setelah masa pemurnian rohani dan pengembalian ibadah yang benar kepada Tuhan, umat Israel berkumpul di Yerusalem untuk merayakan hari raya Roti Tidak Beragi. Peristiwa ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan ekspresi sukacita dan pengakuan atas pemulihan hubungan mereka dengan Tuhan. Gambaran sukacita yang meluap-luap, diiringi nyanyian pujian yang penuh semangat menggunakan alat-alat musik, melukiskan kebahagiaan yang mendalam setelah sekian lama hidup dalam dosa dan penyimpangan.
Perayaan ini menekankan pentingnya kebersamaan dan pengabdian. Seluruh umat, tanpa memandang status atau latar belakang, bersatu padu dalam menyembah Tuhan. Orang-orang Lew, yang bertugas dalam pelayanan Bait Suci, memimpin ibadah dengan penuh kegairahan, memperkuat suasana penyembahan dan pujian. Kehadiran mereka memastikan bahwa ibadah dilakukan sesuai dengan ketetapan Tuhan, memberikan landasan yang kokoh bagi sukacita umat. Perayaan ini juga menjadi bukti nyata bahwa Hizkia berhasil mengembalikan umat Israel kepada ketaatan dan kebenaran.
Sukacita yang digambarkan dalam ayat ini berakar pada pengalaman penebusan dan pemulihan. Setelah membuang berhala-berhala dan kembali kepada Tuhan, umat Israel merasakan kelegaan dan kegembiraan yang otentik. Mereka menyadari betapa berkatnya hidup dalam hadirat Tuhan dan mematuhi perintah-perintah-Nya. Pengalaman ini mengajarkan kita bahwa sukacita sejati bukanlah sesuatu yang datang dari kenikmatan duniawi semata, melainkan berasal dari hubungan yang benar dengan Sang Pencipta.
Dalam konteks kekinian, ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya pemurnian diri dan pengabdian yang tulus kepada Tuhan. Seperti umat Israel di zaman Hizkia, kita pun perlu secara berkala memeriksa hati dan hidup kita, membuang segala sesuatu yang menjauhkan kita dari Tuhan. Setelah melalui proses pemurnian, kita dapat mengalami sukacita yang mendalam dan berkelanjutan dalam ibadah kita. Merayakan bersama sebagai komunitas orang percaya, saling menguatkan dalam iman, dan memuliakan Tuhan dengan segenap hati dan kekuatan adalah wujud nyata dari pemulihan rohani.
Lebih dari sekadar merayakan satu peristiwa, semangat perayaan dan penyucian yang terpancar dari 2 Tawarikh 30:21 seharusnya menjadi gaya hidup. Menjadikan setiap aspek kehidupan sebagai bentuk penyembahan kepada Tuhan, dengan hati yang penuh sukacita dan rasa syukur atas segala anugerah-Nya. Semangat ini mendorong kita untuk terus bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan menjadi saksi-Nya di dunia.