Ayat 2 Tawarikh 34:4 mengisahkan salah satu tindakan penting Raja Hizkia di Yehuda. Setelah naik takhta pada usia muda, Hizkia dihadapkan pada kondisi kerajaan yang telah lama dilupakan oleh banyak perintah Allah. Bangsa itu telah tersesat dalam penyembahan berhala, mengabaikan Bait Allah dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan bagi mereka.
Kisah Hizkia adalah pelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan yang saleh dan pemulihan rohani. Dalam usia 25 tahun, Hizkia menjadi raja di Yerusalem. Dia memulai pemerintahannya dengan tindakan yang berani dan tegas. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang seringkali membiarkan praktik-praktik penyembahan berhala tetap ada, Hizkia memutuskan untuk memurnikan kembali ibadah kepada TUHAN. Ini bukan tugas yang mudah, karena praktik-praktik penyembahan kepada dewa-dewa asing telah mengakar kuat dalam masyarakat.
Ayat yang kita fokuskan ini menggambarkan secara spesifik tindakan drastis yang diambil oleh Hizkia. Dia tidak hanya memerintahkan penghentian praktik penyembahan berhala, tetapi juga secara fisik menghancurkan semua sisa-sisa penyembahan tersebut. Berhala-berhala Baal, mezbah-mezbah tinggi yang digunakan untuk persembahan kepada dewa-dewa lain, dan bahkan tiang-tiang Asyera yang melambangkan kesuburan dan seringkali dikaitkan dengan praktik-praktik amoral, semuanya dihancurkan. Tindakan ini bukan hanya simbolis, tetapi merupakan upaya konkret untuk menghilangkan jejak-jejak kesesatan dari tengah-tengah umat pilihan Allah.
Sebuah ilustrasi visual dari semangat pemulihan dan ketaatan.
Penghancuran berhala dan mezbah-mezbah adalah langkah fundamental dalam reformasi agama yang dipimpin oleh Hizkia. Tindakan ini menunjukkan bahwa reformasi bukan hanya soal mengubah ritual, tetapi juga membersihkan lingkungan dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan. Lebih dari itu, Hizkia juga memerintahkan agar debu dari penghancuran tersebut ditaburkan di atas kuburan para penyembah berhala. Ini adalah cara simbolis untuk menunjukkan bahwa praktik-praktik tersebut telah mati dan tidak memiliki tempat lagi di tengah-tengah umat TUHAN.
Ketaatan Hizkia tidak hanya berhenti pada penghancuran berhala. Dia juga membuka kembali Bait Allah yang telah ditelantarkan, membersihkannya, dan memulihkan ibadah sesuai dengan hukum Taurat. Dia mengundang seluruh Israel dan Yehuda untuk kembali merayakan Paskah, sebuah ibadah penting yang telah lama dilupakan. Banyak orang merespons dengan sukacita dan ketaatan.
Kisah 2 Tawarikh 34:4 mengingatkan kita bahwa pemulihan sejati seringkali memerlukan tindakan yang tegas dan komitmen penuh untuk menyingkirkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Reformasi rohani bukan hanya tanggung jawab pemimpin, tetapi juga setiap individu yang rindu untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan. Dengan menghancurkan berhala, Hizkia membuka jalan bagi bangsa itu untuk kembali mengabdikan diri sepenuhnya kepada TUHAN.
Pelajaran dari ayat ini sangat relevan hingga kini. Kita semua dipanggil untuk memeriksa diri sendiri dan lingkungan kita dari "berhala-berhala" modern yang mungkin mengalihkan perhatian kita dari Tuhan. Apakah itu keserakahan, kesombongan, obsesi terhadap duniawi, atau hal-hal lain yang mengambil tempat Tuhan dalam hidup kita, kita perlu memiliki keberanian seperti Hizkia untuk menyingkirkannya dan memfokuskan kembali ibadah kita kepada Tuhan yang Maha Esa. Pemulihan dan reformasi rohani adalah sebuah proses yang berkelanjutan yang membutuhkan ketaatan, keberanian, dan kesetiaan.