"Dan ia memberontak terhadap raja Nebukadnezar, yang telah menyumpahnya demi Allah. Ia mengeraskan lehernya dan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak berbalik kepada TUHAN, Allah Israel."
Ayat 2 Tawarikh 36:13 memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai perilaku Raja Zedekia dari Yehuda menjelang keruntuhan Yerusalem. Ia digambarkan sebagai seorang raja yang memberontak terhadap Raja Nebukadnezar dari Babel, padahal ia telah bersumpah setia kepada Nebukadnezar atas nama Tuhan. Tindakan pemberontakan ini bukanlah sekadar tindakan politik biasa, melainkan sebuah penolakan terang-terangan terhadap otoritas yang telah diberikan Tuhan melalui Nebukadnezar.
Ungkapan "mengeraskan lehernya dan mengeraskan hatinya" adalah kiasan yang kuat dalam bahasa Ibrani untuk menggambarkan ketidaktaatan yang keras kepala dan menolak untuk tunduk. Ini menunjukkan sebuah keputusan sadar untuk menentang, bukan karena ketidaktahuan, tetapi karena keengganan untuk mendengarkan dan belajar. Hati yang mengeraskannya berarti ia menutup diri dari setiap nasihat, peringatan, atau bahkan firman Tuhan yang mungkin datang kepadanya melalui para nabi. Ia memilih untuk mengikuti jalannya sendiri, meskipun jalan itu jelas-jelas mengarah pada kehancuran.
Inti dari pemberontakan Zedekia adalah penolakannya untuk berbalik kepada TUHAN, Allah Israel. Meskipun para nabi telah berulang kali memperingatkan umat Israel dan raja-raja mereka tentang konsekuensi dari ketidaktaatan dan penyembahan berhala, Zedekia memilih untuk tetap dalam dosa dan pemberontakannya. Penolakan untuk berbalik kepada Tuhan ini adalah akar dari segala masalah. Kepatuhan yang sejati kepada Tuhan melibatkan penyerahan diri, kerendahan hati, dan kesediaan untuk menyesuaikan diri dengan kehendak-Nya, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer.
Konsekuensi dari sikap keras kepala dan ketidaktaatan Zedekia sangat mengerikan. Pemberontakannya akhirnya memicu bala tentara Nebukadnezar untuk menyerbu Yehuda, menghancurkan Yerusalem, dan membawa sebagian besar penduduknya ke pembuangan di Babel. Zedekia sendiri ditangkap, matanya dicungkil, dan ia dibawa ke Babel sebagai tawanan sampai akhir hayatnya. Ini adalah gambaran tragis dari bagaimana keras kepala dan penolakan untuk tunduk kepada Tuhan dapat membawa kehancuran pribadi dan nasional.
Pesan dari 2 Tawarikh 36:13 tetap relevan hingga kini. Kita semua dipanggil untuk hidup dalam kepatuhan kepada Tuhan. Ini berarti mendengarkan firman-Nya, merenungkan kehendak-Nya, dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengeraskan hati kita terhadap panggilan Tuhan, menolak untuk bertobat dari dosa, atau memilih untuk berjalan sendiri adalah jalan yang berbahaya. Sebaliknya, kerendahan hati untuk tunduk pada Tuhan, bahkan ketika itu menantang, akan membawa kita pada kedamaian, pemeliharaan, dan pemulihan sejati, seperti yang dijanjikan oleh Allah Israel yang setia.