2 Tawarikh 5:6

Dan Raja Salomo bersama seluruh umat Israel yang berkumpul di hadapan tabut itu, mempersembahkan korban lembu dan domba yang demikian banyak, sehingga tidak terhitung dan tidak terbilang banyaknya.
Simbol Kemuliaan Tuhan

Kemuliaan yang Tercurah dalam Persembahan

Ayat 2 Tawarikh 5:6 membawa kita pada sebuah momen puncak dalam sejarah Israel, yaitu saat Tabut Perjanjian ditempatkan di Bait Suci yang baru saja selesai dibangun oleh Raja Salomo. Gambaran yang disajikan begitu megah dan penuh makna. Raja Salomo, bersama seluruh umat Israel yang hadir, menunjukkan kesungguhan dan keagungan hati mereka dalam mempersembahkan korban. Jumlah lembu dan domba yang dipersembahkan "demikian banyak, sehingga tidak terhitung dan tidak terbilang banyaknya" bukan sekadar angka, melainkan simbol dari pengabdian total, rasa syukur yang meluap, dan pengakuan atas kebesaran Tuhan yang telah memberikan kemenangan dan kemakmuran.

Peristiwa ini tidak terjadi begitu saja. Ini adalah buah dari ketaatan leluhur mereka, terutama Daud, yang merindukan pembangunan rumah bagi Tuhan, dan Salomo yang berhasil mewujudkan mimpi tersebut. Pembangunan Bait Suci adalah bukti konkret dari perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya, sebuah tempat di mana hadirat Tuhan akan bersemayam di antara mereka. Oleh karena itu, persembahan korban yang berlimpah ini adalah ekspresi dari pengakuan mereka terhadap berkat Tuhan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.

Dalam konteks ibadah, persembahan korban memiliki makna teologis yang mendalam. Ia berbicara tentang pengorbanan, pemurnian, dan penebusan. Lembu dan domba yang disembelih melambangkan pemindahan dosa dan ketidaklayakan manusia di hadapan Tuhan. Dengan mempersembahkan korban yang begitu banyak, umat Israel menegaskan kembali komitmen mereka untuk hidup dalam kekudusan dan menaati hukum Tuhan. Ini adalah sebuah pernyataan publik bahwa mereka mengakui Tuhan sebagai satu-satunya Allah yang berkuasa dan layak disembah.

Menghubungkan Masa Lalu dengan Masa Kini

Meskipun kita tidak lagi mempraktikkan korban hewan dalam ibadah kita saat ini, semangat yang terkandung dalam 2 Tawarikh 5:6 tetap relevan. Persembahan yang berlimpah dari Salomo dan umat Israel mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati adalah ibadah yang lahir dari hati yang tulus dan penuh syukur. Persembahan kita hari ini mungkin bukan lagi hewan, tetapi bisa berupa waktu, talenta, sumber daya materi, dan yang terpenting, hati yang dipersembahkan sepenuhnya kepada Tuhan.

Bagaimana kita bisa menghadirkan "persembahan yang tidak terhitung banyaknya" dalam kehidupan kita? Ini bisa berarti memberikan diri kita sepenuhnya dalam pelayanan, mengasihi sesama tanpa syarat, menjaga integritas dalam segala aspek kehidupan, dan terus menerus mencari hadirat Tuhan dalam doa dan pembacaan firman. Sama seperti umat Israel yang berkumpul untuk memuliakan Tuhan di Bait Suci, kita pun dipanggil untuk menjadikan hidup kita sebagai tempat beribadah yang kudus, di mana kemuliaan Tuhan dapat dinyatakan.

Ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya kebersamaan dalam beribadah. Seluruh umat Israel hadir, menunjukkan persatuan dan kesatuan di hadapan Tuhan. Dalam ibadah bersama, kekuatan iman kita diperkuat, dan kita dapat saling menguatkan dalam perjalanan rohani. Persembahan yang dipersembahkan secara komunal memiliki kekuatan untuk meneguhkan identitas umat sebagai umat pilihan Tuhan.

Dengan memahami 2 Tawarikh 5:6, kita diingatkan kembali bahwa ibadah bukanlah sekadar ritual, melainkan sebuah respons total dari seluruh keberadaan kita kepada Tuhan yang Mahamulia. Biarlah hidup kita menjadi persembahan yang berkenan, memuliakan nama-Nya dalam segala hal.