Amsal 19:28

"Saksi dusta akan dihukum, dan lidah pendusta akan binasa."
Kebenaran Menjunjung, Dusta Menghancurkan

Amsal 19:28 adalah sebuah peringatan tegas dari Sang Bijak mengenai konsekuensi dari kebohongan. Ayat ini tidak hanya sekadar larangan berbicara bohong, tetapi juga menjelaskan hasil akhir yang mengerikan bagi mereka yang memilih jalan kepalsuan. Dalam kehidupan sehari-hari, kejujuran seringkali dianggap sebagai pondasi utama dari setiap hubungan, kepercayaan, dan integritas. Namun, godaan untuk sedikit mengaburkan kebenaran, atau bahkan menciptakan kebohongan, terkadang terasa lebih mudah dan menawarkan jalan pintas.

Penting untuk memahami konteks dari amsal 19 28. Ayat ini menekankan dua aspek krusial: "saksi dusta" dan "lidah pendusta." Saksi dusta merujuk pada individu yang secara aktif memberikan kesaksian palsu, baik dalam konteks hukum, sosial, maupun spiritual. Mereka menyalahgunakan otoritas atau posisi mereka untuk memutarbalikkan fakta, mengorbankan kebenaran demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Konsekuensi yang dijanjikan adalah "akan dihukum," sebuah janji ilahi yang menunjukkan bahwa ketidakadilan yang disebabkan oleh kebohongan tidak akan luput dari perhatian dan keadilan yang lebih tinggi.

Sementara itu, "lidah pendusta akan binasa" berbicara tentang dampak yang lebih luas dan personal. Kebohongan, sekecil apapun, dapat merusak reputasi, menghancurkan kepercayaan, dan pada akhirnya mengarah pada kehancuran diri sendiri. Lidah yang terbiasa berdusta akan kehilangan kredibilitasnya. Orang lain akan meragukan setiap perkataannya, bahkan ketika ia mencoba untuk mengatakan kebenaran. Proses ini bersifat destruktif secara perlahan namun pasti, mengikis fondasi sosial dan personal seseorang hingga akhirnya ia terisolasi dan kehilangan segalanya. Ini bukan sekadar hukuman eksternal, melainkan juga kehancuran internal yang timbul dari kebiasaan berbohong.

Dalam dunia yang semakin terhubung melalui teknologi, di mana informasi dapat menyebar dengan cepat, kebenaran menjadi semakin berharga dan kebohongan menjadi semakin berbahaya. Budaya "hoax" dan disinformasi dapat merusak tatanan sosial, memicu konflik, dan menciptakan ketidakpercayaan yang mendalam di antara masyarakat. Amsal 19:28 menjadi pengingat yang relevan bagi kita semua untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran. Memilih untuk berbicara jujur, bahkan ketika sulit, adalah investasi jangka panjang yang akan membangun kepercayaan, memperkuat hubungan, dan menjaga integritas diri.

Kebijaksanaan yang terkandung dalam amsal 19 28 mengajak kita untuk merefleksikan cara kita berkomunikasi. Apakah lidah kita menjadi alat untuk membangun kebenaran dan keadilan, atau justru menjadi sumber kebohongan yang membawa kehancuran? Menjadi saksi kebenaran, baik dalam skala kecil maupun besar, adalah sebuah panggilan. Dengan menjauhi dusta dan memeluk kejujuran, kita tidak hanya menghindari hukuman dan kebinasaan, tetapi juga membangun kehidupan yang kokoh, penuh kepercayaan, dan membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar. Kebenaran, sebagaimana ditegaskan dalam kitab Amsal, adalah jalan yang diberkati.