Ayub 18:5

"Ya, terang orang fasik akan padam, dan nyalanya tidak akan bersinar lagi."

AYUB 18:5

Ayat Ayub 18:5 menyajikan sebuah metafora yang kuat dan lugas mengenai nasib orang fasik. Kalimat ini, "Ya, terang orang fasik akan padam, dan nyalanya tidak akan bersinar lagi," bagaikan sebuah peringatan yang bergema melintasi waktu. Dalam konteks kitab Ayub, yang menggali pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang penderitaan dan keadilan ilahi, perkataan ini diucapkan oleh Bildad, salah satu sahabat Ayub yang menuduh Ayub berbuat salah sehingga mengalami penderitaan. Namun, terlepas dari konteks pembicaraannya, kebenaran intrinsik dari pernyataan ini seringkali diakui, bahkan oleh mereka yang berada di luar tradisi keagamaan tertentu.

Metafora "terang" di sini melambangkan kemakmuran, keberhasilan, pengaruh, atau bahkan kebahagiaan yang mungkin dinikmati oleh orang yang hidup dalam kefasikan. Ini adalah ilusi sementara, kilatan cahaya yang menjanjikan namun pada akhirnya akan lenyap. Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan dan kejayaan yang diraih melalui cara-cara yang tidak benar, yang mengabaikan prinsip-prinsip moral dan etika, bersifat sementara dan tidak berkelanjutan. Berbeda dengan terang yang murni dan abadi, terang kefasikan memiliki sifat sementara, seperti nyala api yang mudah padam atau bintang yang cahayanya hanya menerangi sejenak.

Mengapa Terang Kefasikan Padam?

Ada beberapa alasan mendasar mengapa terang orang fasik diperkirakan akan padam. Pertama, seringkali keberhasilan mereka dibangun di atas dasar yang rapuh. Entah itu melalui penipuan, eksploitasi, atau ketidakadilan, fondasi tersebut tidak akan bertahan lama ketika kebenaran terungkap atau ketika kekuatan yang lebih besar datang untuk menegakkan keadilan. Kedua, cara hidup yang fasik seringkali membawa konsekuensi negatif yang tak terhindarkan. Hubungan yang rusak, reputasi yang buruk, perasaan bersalah, dan ketakutan akan hukuman adalah bara api yang terus membakar dari dalam, mengikis kedamaian dan kebahagiaan.

Lebih jauh lagi, dalam kerangka pandangan dunia yang percaya pada keteraturan moral, alam semesta ini pada akhirnya akan menegakkan keseimbangan. Tindakan yang merusak dan tidak adil akan menarik akibatnya, dan kebaikan serta kebenaran pada akhirnya akan menang. Ayat ini bukan sekadar ramalan, melainkan sebuah prinsip fundamental tentang bagaimana dunia bekerja. Kekejaman, keserakahan, dan ketidakjujuran mungkin tampak menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi mereka adalah benih kehancuran diri. Sebaliknya, orang yang hidup dalam kebenaran dan integritas, meskipun mungkin menghadapi kesulitan, akan menemukan terang yang lebih abadi, sebuah kedamaian batin yang tidak dapat digoyahkan oleh badai kehidupan.

Pesan Ayub 18:5 mengundang kita untuk merenungkan sumber dari terang kita. Apakah terang kita berasal dari kepalsuan yang menyilaukan namun cepat pudar, atau dari kebenaran yang kokoh, abadi, dan menerangi jalan kita selamanya? Pilihan ini memiliki implikasi yang mendalam bagi kualitas hidup kita dan warisan yang kita tinggalkan.