Pertanyaan yang diajukan dalam Kitab Ayub pasal 21 ayat 7 ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar dan sering kali menghantui benak banyak orang sepanjang sejarah. "Mengapakah orang fasik hidup terus, menjadi tua dan bertambah-tambah kekayaannya?" Ayat ini mencerminkan kebingungan dan frustrasi yang muncul ketika kita melihat orang-orang yang tampaknya tidak mengikuti nilai-nilai moral atau kebaikan, justru terlihat makmur dan panjang umur. Pengalaman sehari-hari seringkali menyajikan pemandangan yang kontras dengan apa yang kita harapkan dari sebuah sistem keadilan ilahi atau moral universal. Kita melihat individu yang bertindak egois, menipu, atau menyakiti orang lain, namun mereka tampak tidak terkena dampak negatif yang berarti. Sebaliknya, mereka bisa jadi menikmati kesuksesan materi yang luar biasa, memiliki kesehatan yang baik hingga usia lanjut, dan hidup dalam kemewahan.
Ilustrasi visual yang mewakili pertanyaan tentang keadilan.
Kitab Ayub sendiri adalah sebuah narasi panjang yang mencoba menjawab pertanyaan semacam ini. Ayub, seorang yang saleh dan berintegritas, tiba-tiba dilanda malapetaka yang luar biasa. Ia kehilangan harta benda, anak-anak, dan kesehatannya. Di tengah penderitaannya, ia berdialog dengan teman-temannya yang berusaha menjelaskan penderitaannya dengan cara tradisional, yaitu bahwa ia pasti telah berbuat dosa. Namun, Ayub bersikeras pada kebenaran dan integritasnya. Pertanyaan "Mengapakah orang fasik hidup terus...?" adalah inti dari pergulatan Ayub dan teman-temannya. Ia menyaksikan fenomena yang umum terjadi: kemakmuran yang tampaknya tidak berbanding lurus dengan kebajikan. Orang-orang yang berbuat jahat bisa saja menikmati kehidupan yang panjang, kaya, dan bebas dari kesulitan yang berat. Fenomena ini bisa membuat iman seseorang goyah, menimbulkan keraguan tentang keadilan Tuhan, dan mempertanyakan mengapa kejahatan dibiarkan berlanjut.
Meskipun ayat ini menimbulkan pertanyaan sulit, penting untuk melihatnya dalam konteks yang lebih luas. Alkitab mengajarkan bahwa tujuan akhir keadilan ilahi tidak selalu terlihat jelas di dunia ini. Ada konsep penghakiman di masa depan, di mana setiap perbuatan akan diperhitungkan. Selain itu, kemakmuran materi di dunia ini bukanlah satu-satunya ukuran keberhasilan atau berkat ilahi. Ketenangan hati, hubungan yang baik, dan kedamaian spiritual adalah berkat yang seringkali tidak dapat diukur dengan kekayaan duniawi. Ayat ini juga bisa menjadi pengingat bagi kita untuk tidak menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luar atau kesuksesan materi mereka. Kita tidak pernah tahu sepenuhnya apa yang terjadi dalam kehidupan batin seseorang, tantangan yang mereka hadapi, atau perhitungan akhir yang akan mereka hadapi. Fokus pada kebenaran dan integritas pribadi, terlepas dari apa yang terjadi pada orang lain, adalah pelajaran penting yang dapat diambil.
Pergumulan Ayub menekankan bahwa ada aspek-aspek kehidupan dan rencana Tuhan yang melampaui pemahaman manusia. Pertanyaan "Mengapakah orang fasik hidup terus...?" mungkin tidak akan pernah sepenuhnya terjawab dalam konteks pengalaman duniawi kita. Namun, respons yang diajarkan adalah untuk tetap teguh dalam iman, mencari hikmat, dan mempercayai bahwa ada keadilan yang lebih besar yang bekerja, bahkan ketika hal itu tidak tampak jelas. Kitab Ayub pada akhirnya membawa Ayub ke pemahaman yang lebih dalam tentang kedaulatan Tuhan dan keterbatasan pemahaman manusia.