Ilustrasi kebijaksanaan
"Apakah engkau, ya Tuhan, akan menolak orang yang datang kepada-Mu dengan sungguh-sungguh?"
Ayat Ayub 22:8 dari Kitab Ayub merupakan sebuah renungan mendalam mengenai hubungan antara manusia dan Tuhan. Ayat ini, yang diucapkan oleh salah satu teman Ayub, Elifas, pada awalnya terdengar seperti sebuah pertanyaan retoris yang menegaskan bahwa Tuhan tidak akan pernah berpaling dari mereka yang mencari-Nya dengan ketulusan hati. Namun, jika kita merenungkannya lebih dalam, ayat ini membuka pintu pemahaman yang lebih luas tentang sifat kasih dan penerimaan Tuhan.
Dalam konteks Kitab Ayub, percakapan antara Ayub dan teman-temannya sering kali dipenuhi dengan perdebatan tentang kebenaran, penderitaan, dan sifat keadilan ilahi. Elifas, dalam argumennya, mencoba menjelaskan mengapa Ayub menderita. Meskipun terkadang nasihatnya terkesan menghakimi, dalam kutipan spesifik ini, tersirat sebuah keyakinan fundamental: Tuhan itu baik dan adil. Dia tidak akan pernah secara sengaja menolak seseorang yang mendekat kepada-Nya dengan tulus, tanpa kepalsuan, dan dengan kerinduan yang mendalam untuk mengenal-Nya atau mencari pertolongan-Nya.
Pertanyaan "Apakah engkau, ya Tuhan, akan menolak orang yang datang kepada-Mu dengan sungguh-sungguh?" menggarisbawahi sebuah prinsip penting: ketulusan adalah kunci. Tuhan melihat hati. Dia tidak tertipu oleh penampilan luar atau kata-kata manis yang kosong. Kedatangan yang sungguh-sungguh menyiratkan sebuah kerinduan yang tulus untuk bersekutu dengan-Nya, untuk tunduk pada kehendak-Nya, dan untuk mencari tuntunan-Nya. Ini bukan tentang kesempurnaan manusia, melainkan tentang sikap hati yang terbuka dan rendah hati.
Ketika kita menghadapi kesulitan, keraguan, atau kegagalan, ayat ini menjadi pengingat yang menyejukkan. Ini adalah undangan untuk tidak pernah menyerah dalam mencari Tuhan. Bahkan ketika segala sesuatu terasa gelap dan tidak pasti, keberanian untuk terus mendekat kepada-Nya, dengan mengakui kelemahan kita dan memohon kekuatan-Nya, akan selalu disambut. Penolakan Tuhan bukanlah karena ketidaksempurnaan kita, melainkan karena penolakan kita untuk mencari-Nya.
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, seringkali kita merasa jauh dari Tuhan. Tekanan pekerjaan, masalah keluarga, dan berbagai tuntutan sosial dapat membuat kita mengabaikan kebutuhan spiritual kita. Namun, Ayub 22:8 mengingatkan kita bahwa pintu Tuhan selalu terbuka bagi mereka yang datang dengan sungguh-sungguh. Ini berarti meluangkan waktu untuk berdoa, merenungkan firman-Nya, dan mencari kehadiran-Nya dalam segala aspek kehidupan.
Sikap sungguh-sungguh ini juga mencakup pengakuan atas kesalahan dan penyesalan yang tulus. Jika kita telah menyimpang dari jalan-Nya, permohonan maaf yang berasal dari hati yang remuk pasti akan didengar. Tuhan tidak menghukum orang berdosa yang bertobat, tetapi merangkul mereka yang kembali kepada-Nya dengan penyesalan. Ayub 22:8, oleh karena itu, bukan hanya tentang mencari Tuhan saat dibutuhkan, tetapi tentang memelihara hubungan yang intim dan tulus dengan-Nya setiap saat. Ini adalah janji pengharapan dan kepastian bahwa dalam pencarian kita yang tulus, kita tidak akan pernah ditolak.