Ayub 24:6 - Kekayaan yang Tak Kekal

"Mereka makan hasil jerih payah orang lain, memeras kebun anggur orang miskin." (Ayub 24:6)

Ayat dari Kitab Ayub ini, tepatnya pada pasal 24 ayat 6, menyajikan gambaran yang cukup suram namun penuh makna tentang kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang terjadi di tengah masyarakat. Kutipan ini menyoroti perilaku segelintir orang yang hidup makmur bukan dari hasil kerja keras mereka sendiri, melainkan dengan cara merampas dan mengeksploitasi orang lain, khususnya mereka yang lemah dan miskin. Frasa "makan hasil jerih payah orang lain" secara gamblang menggambarkan praktik penindasan, di mana keringat dan usaha orang lain menjadi sumber keuntungan bagi mereka yang tidak bermoral.

Dalam konteks sosial pada zaman Ayub, dan bahkan hingga kini, gambaran ini sangat relevan. Terdapat pihak-pihak yang dengan licik memanfaatkan posisi mereka, entah itu kekuasaan, kekayaan, atau bahkan kelicikan, untuk mengambil keuntungan dari orang-orang yang tidak memiliki kekuatan untuk membela diri. Kebun anggur, dalam perumpamaan ini, melambangkan hasil dari kerja keras, sumber kehidupan, dan kesejahteraan. Ketika hasil ini dirampas dari orang miskin, dampaknya sangat merusak. Ini bukan hanya tentang kehilangan materi, tetapi juga tentang hilangnya harapan, martabat, dan kesempatan untuk memperbaiki nasib.

Perilaku yang digambarkan dalam Ayub 24:6 adalah bentuk kejahatan moral yang mengerikan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan sosial yang lebar, di mana pihak yang kuat bertindak sewenang-wenang terhadap pihak yang lemah. Ayat ini juga mengindikasikan bahwa ada orang-orang yang hidup dalam kemewahan yang tidak layak, yang dibangun di atas penderitaan orang lain. Fenomena ini sering kali dibungkus dengan berbagai alasan atau pembenaran, namun pada intinya, ini adalah tindakan penganiayaan dan perampasan hak.

Ilustrasi simbol ketidakadilan.

Lebih dalam lagi, ayat ini mengajak kita untuk merenungkan tentang keadilan ilahi. Meskipun di dunia ini ketidakadilan bisa saja terjadi dan bahkan tampak merajalela, kepercayaan dalam ajaran agama sering kali menekankan bahwa pada akhirnya, akan ada pertanggungjawaban. Pihak yang merampas hak orang lain tidak akan selamanya bisa lolos dari konsekuensinya. Ayub sendiri dalam kitabnya terus bergulat dengan pemahaman tentang penderitaan dan keadilan, namun pada akhirnya, ia kembali kepada pemahaman tentang kedaulatan Tuhan.

Dalam kehidupan modern, kita dapat melihat manifestasi dari perilaku seperti ini dalam berbagai bentuk. Mulai dari praktik bisnis yang tidak etis, korupsi yang merugikan masyarakat, hingga penindasan ekonomi yang membuat sebagian orang semakin kaya sementara yang lain semakin miskin. Ayub 24:6 menjadi pengingat yang kuat bagi kita untuk selalu menjunjung tinggi keadilan, berempati kepada sesama, dan menolak segala bentuk eksploitasi. Kita dipanggil untuk membangun masyarakat yang adil, di mana setiap orang dihargai hasil kerja kerasnya dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Ayat ini juga mengajarkan bahwa kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar tidak akan membawa kebahagiaan sejati dan tidak akan bertahan lama. Kebahagiaan yang langgeng datang dari kehidupan yang benar dan berkontribusi positif bagi sesama.