Ayub 34:18 - Keadilan Ilahi yang Sempurna

"Apakah patut Ia berfirman kepada seorang raja: 'Orang sundal!' atau kepada para bangsawan: 'Orang fasik!'?"

Ikon Keadilan dan Kebijaksanaan Ilahi

Ayub 34:18 merupakan sebuah ayat yang menggugah pemikiran, dilontarkan oleh Elihu dalam perdebatan panjangnya dengan Ayub dan teman-temannya. Ayat ini secara implisit menyoroti sifat ilahi Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, serta kontrasnya dengan kelemahan dan kekeliruan manusia, bahkan yang berkedudukan tinggi sekalipun. Elihu berusaha menjelaskan bahwa penghakiman Allah tidak bisa disamakan dengan penilaian manusia yang seringkali bias, dipengaruhi oleh status sosial atau kekuasaan.

Pertanyaan retoris yang diajukan Elihu, "Apakah patut Ia berfirman kepada seorang raja: 'Orang sundal!' atau kepada para bangsawan: 'Orang fasik!'?", menegaskan bahwa Allah tidak bertindak sembarangan, apalagi dengan menggunakan label yang merendahkan atau penuh prasangka seperti yang mungkin dilakukan manusia. Keberadaan raja atau bangsawan tidak membuat mereka kebal dari keadilan ilahi, namun Allah tidak menghakimi berdasarkan label sosial semata. Sebaliknya, penghakiman-Nya didasarkan pada kebenaran mutlak dan hati nurani yang sesungguhnya. Allah melihat melampaui gelar dan posisi, menembus segala kepura-puraan dan kemunafikan.

Ayat ini juga secara tidak langsung berbicara tentang kesombongan dan keangkuhan yang terkadang menyertai kekuasaan duniawi. Seorang raja atau bangsawan mungkin merasa dirinya memiliki otoritas absolut dan bebas dari konsekuensi, namun kebenaran firman Allah mengingatkan bahwa kekuasaan manusia memiliki batas. Di hadapan keagungan ilahi, semua gelar dan kedudukan menjadi tidak berarti jika tidak diimbangi dengan integritas dan ketaatan. Allah memandang segala sesuatu dengan perspektif yang lebih luas dan abadi.

Lebih jauh, Ayub 34:18 mengajarkan kita tentang prinsip keadilan yang sesungguhnya. Keadilan ilahi bukanlah penghukuman yang dangkal atau main hakim sendiri. Sebaliknya, ia adalah cerminan dari karakter Allah yang sempurna. Keadilan-Nya menjangkau setiap individu, tanpa pandang bulu. Ketika Allah mengoreksi, Ia melakukannya dengan hikmat dan tujuan yang mulia, seringkali untuk mengarahkan pada pertobatan dan pemulihan. Elihu mencoba mengantarkan Ayub pada pemahaman bahwa penderitaannya mungkin adalah bagian dari proses ilahi yang lebih besar, bukan semata-mata hukuman yang tidak adil.

Pemahaman ini penting bagi kita semua. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali tergoda untuk menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luar, latar belakang, atau status mereka. Ayat ini mengajak kita untuk merefleksikan cara pandang kita sendiri dan mencoba melihat sesuatu dari perspektif yang lebih tinggi, yaitu perspektif ilahi. Allah tidak membedakan manusia berdasarkan kedudukannya. Ia menghargai kejujuran, integritas, dan hati yang mau tunduk pada kebenaran-Nya. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk tidak menilai secara dangkal, melainkan mengupayakan keadilan yang sejati, seperti yang dicerminkan dalam firman-Nya. Keadilan ilahi adalah jaminan bahwa kebenaran pada akhirnya akan menang, dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, tanpa terkecuali.