Ayub 34:36

"Biarlah Ayub diuji sampai akhir, karena ia menjawab seperti orang fasik."

Ayat dari Kitab Ayub, pasal 34, ayat 36, seringkali disajikan sebagai penggalan percakapan yang intens dan sarat makna. Dalam konteks cerita Ayub, ayat ini diucapkan oleh Elihu bin Barakhel orang Bus, yang menjadi salah satu sahabat Ayub yang mencoba memberikan pandangan baru terhadap penderitaan yang dialami Ayub. Ayub, yang dilanda kesialan bertubi-tubi – kehilangan harta benda, anak-anak, bahkan kesehatannya – terus bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah dan layak untuk dibela, bahkan menantang Tuhan untuk mengintervensi dan menjelaskan mengapa semua ini menimpanya.

Elihu, sebagai sosok yang lebih muda dari para sahabat Ayub lainnya, merasa terpanggil untuk memberikan penjelasan. Pandangannya berbeda. Ia melihat bahwa kesombongan dan sikap membela diri Ayub secara berlebihan, seolah-olah ia lebih tahu dari Tuhan, adalah inti permasalahannya. Ayat 34:36 ini mencerminkan penilaian Elihu terhadap karakter dan respons Ayub. Ia menyatakan bahwa Ayub harus terus "diuji sampai akhir". Ungkapan ini bukanlah ajakan untuk menyiksa, melainkan sebuah keyakinan bahwa melalui ujian yang berkelanjutan, kebenaran sejati dari Ayub akan terungkap. Elihu percaya bahwa ketekunan Ayub dalam mempertahankan posisinya, yang dianggap Elihu sebagai "menjawab seperti orang fasik," perlu dievaluasi lebih dalam.

Simbol Ujian dan Kebijaksanaan

Simbol visual yang mewakili ujian (garis berliku) dan kebijaksanaan (lingkaran teguh).

Pandangan Elihu ini menyoroti sebuah prinsip teologis yang penting: bahwa Tuhan bekerja melalui berbagai cara, termasuk penderitaan, untuk membentuk karakter manusia. Ujian hidup bukanlah sekadar hukuman, tetapi bisa menjadi sarana untuk pemurnian, pendalaman iman, dan pengenalan diri yang lebih baik. Sikap Ayub yang membela diri secara teguh, meskipun pada awalnya didasari keyakinan akan integritasnya, dikhawatirkan dapat berujung pada keangkuhan spiritual yang menutupi kebutuhan akan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Elihu ingin Ayub tidak hanya bertahan dari penderitaan, tetapi juga belajar darinya dan pada akhirnya mengakui kedaulatan Tuhan yang tak terbantahkan.

Pesan yang dapat dipetik dari Ayub 34:36 sangat relevan dalam kehidupan modern. Kita semua pasti pernah atau akan mengalami masa-masa sulit. Dalam momen-momen tersebut, reaksi kita seringkali mencerminkan sikap Ayub: mencari jawaban, menyalahkan pihak lain, atau bahkan mempertanyakan keadilan Tuhan. Namun, seperti yang diutarakan Elihu, penting bagi kita untuk tidak hanya "menjawab seperti orang fasik" – yaitu dengan keluhan yang tidak produktif atau penolakan terhadap proses belajar – tetapi juga mau "diuji sampai akhir". Ini berarti kita harus bersedia untuk menghadapi kesulitan dengan hati terbuka, mencari pelajaran di baliknya, dan terus mencari kebenaran serta hikmat ilahi.

Mengakui kelemahan dan keterbatasan diri di hadapan Tuhan adalah langkah awal menuju pertumbuhan rohani yang sejati. Ujian bukan untuk mematahkan semangat kita, melainkan untuk memperkuat dan memurnikan. Elihu mengingatkan kita bahwa bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, ada potensi untuk pertumbuhan, pencerahan, dan pemulihan yang lebih mendalam, asalkan kita bersedia untuk belajar dan tunduk pada kehendak-Nya yang lebih besar, yang seringkali melampaui pemahaman kita. Dengan demikian, "jawaban" kita atas penderitaan akan bertransformasi dari keluhan menjadi doa yang penuh harapan dan kepercayaan.