Ayub 35:8 - Kearifan Ilahi dalam Kebaikan

"Ia melimpahkan kebaikan-Nya kepada manusia,
dan kepada semua anak manusia."

Ayat ini, yang terambil dari Kitab Ayub pasal 35 ayat 8, menawarkan sebuah perspektif yang mendalam mengenai sifat dan tindakan Sang Pencipta. Dalam kesederhanaannya, ia menyimpan kebenaran universal tentang kemurahan hati ilahi yang tidak terbatas. Seringkali, ketika dihadapkan pada kesulitan, penderitaan, atau ketidakadilan, manusia cenderung mempertanyakan kebaikan Tuhan. Kita mungkin bertanya, mengapa ada begitu banyak kesakitan di dunia jika Tuhan itu baik dan berkuasa? Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa sumber segala kebaikan adalah Tuhan itu sendiri. Ia adalah sumbernya, dan kebaikan itu mengalir keluar dari-Nya tanpa henti.

Pernyataan "Ia melimpahkan kebaikan-Nya kepada manusia" menegaskan bahwa tindakan memberi kebaikan adalah esensi dari keberadaan Ilahi. Ini bukan sekadar sebuah pilihan sesaat, melainkan sebuah prinsip fundamental dari cara Tuhan berinteraksi dengan ciptaan-Nya. Kebaikan ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk: anugerah kehidupan itu sendiri, kemampuan untuk bernapas, indahnya alam semesta, kesempatan untuk belajar dan bertumbuh, serta kasih sayang yang kita rasakan dari sesama. Bahkan dalam momen-momen tergelap sekalipun, jejak kebaikan Ilahi seringkali masih dapat ditemukan jika kita membuka hati dan mata untuk melihatnya.

Lebih lanjut, ayat tersebut menambahkan "dan kepada semua anak manusia." Frasa ini sangat penting karena menekankan sifat inklusif dari anugerah ilahi. Kebaikan Tuhan tidak terbatas pada sekelompok orang tertentu, tidak eksklusif bagi mereka yang dianggap layak, atau terbatas pada satu ras, agama, atau latar belakang sosial. Kebaikan-Nya terbentang luas, menjangkau setiap individu tanpa terkecuali. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa setiap manusia, tanpa memandang status atau perbuatan mereka, adalah penerima potensi anugerah dan kemurahan hati Tuhan. Ini mendorong kita untuk merenungkan bagaimana kita sendiri dapat meneladani sifat murah hati ini dalam kehidupan sehari-hari, memperluas kebaikan kita kepada semua orang yang kita temui.

Dalam konteks Kitab Ayub, ayat ini muncul di tengah dialog yang kompleks antara Ayub dan teman-temannya, di mana Ayub sedang bergumul dengan penderitaannya yang luar biasa. Meskipun di tengah cobaan yang tak terbayangkan, pemahaman tentang sifat dasar Tuhan sebagai sumber kebaikan dapat memberikan secercah harapan. Ini mengajarkan kita bahwa terlepas dari situasi kita, fondasi realitas tetaplah kebaikan Ilahi. Pertanyaannya bukanlah apakah kebaikan itu ada, melainkan bagaimana kita dapat menyadarinya dan bagaimana kita dapat menjadi saluran kebaikan itu di dunia.

Kearifan yang terkandung dalam Ayub 35:8 mengundang kita untuk mengubah cara pandang kita terhadap kehidupan dan sesama. Alih-alih berfokus pada kekurangan atau kesulitan, mari kita berusaha mengenali dan menghargai limpahan kebaikan yang terus-menerus diberikan. Memahami bahwa kebaikan ini adalah milik semua orang dapat menumbuhkan rasa empati, kasih sayang, dan keinginan untuk berkontribusi positif. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan kesadaran akan sumber kebaikan universal, dan untuk mencerminkan kebaikan itu dalam setiap tindakan dan interaksi kita, menjadikan dunia tempat yang sedikit lebih terang dan penuh harapan.