"Karena itu, hati bergetar karena hal ini, dan bergoncang dari tempatnya."
Visualisasi artistik tentang keajaiban ciptaan dan kekaguman
Ayat Ayub 37:1 berasal dari Kitab Ayub dalam Alkitab, sebuah kitab yang mendalami pertanyaan-pertanyaan tentang penderitaan, keadilan ilahi, dan sifat Tuhan. Ayat ini, bersama dengan pasal 37 secara keseluruhan, disampaikan oleh Elihu, seorang pemuda yang berbicara setelah ketiga sahabat Ayub selesai berdebat dengannya. Elihu hadir untuk memberikan perspektif baru dan seringkali lebih tajam tentang percakapan yang telah berlangsung.
Dalam konteks ini, Elihu memulai dengan merujuk pada keajaiban alam semesta dan bagaimana hal tersebut seharusnya membangkitkan rasa hormat dan ketakutan pada manusia terhadap Tuhan. Frasa "hati bergetar karena hal ini, dan bergoncang dari tempatnya" bukan sekadar deskripsi fisik gempa bumi, melainkan gambaran metaforis tentang respons emosional dan spiritual yang mendalam. Ketika seseorang menyaksikan keagungan dan kekuatan yang luar biasa dari alam ciptaan Tuhan – mulai dari badai yang dahsyat, petir yang menyambar, hingga hujan salju yang turun – respons yang alami adalah rasa kagum yang disertai dengan sedikit ketakutan. Ketakutan di sini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan, melainkan ketakutan yang penuh hormat (awe), pengakuan akan kekuatan dan kemuliaan Tuhan yang tak tertandingi.
Elihu menekankan bahwa pengamatan terhadap fenomena alam ini seharusnya menggugah hati manusia. Di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, seringkali manusia menjadi terbiasa dengan keajaiban di sekelilingnya. Namun, ketika Tuhan melalui alam menunjukkan kekuatan-Nya yang luar biasa, hati yang tadinya mungkin tertidur atau tenggelam dalam kesombongan atau keputusasaan, dipaksa untuk bangkit dan sadar. Getaran yang dirasakan di hati adalah tanda bahwa jiwa seseorang terpengaruh oleh kebesaran ilahi.
Perkataan Elihu ini bertujuan untuk menantang Ayub. Ayub telah melalui penderitaan yang luar biasa dan dalam percakapannya dengan teman-temannya, ia seringkali mempertanyakan keadilan Tuhan dan mencari penjelasan rasional atas penderitaannya. Elihu, di sisi lain, mengalihkan fokus dari keluhan Ayub kepada sifat Tuhan yang mahakuasa dan mahatahu, yang tercermin dalam ciptaan-Nya. Semakin Ayub merenungkan keagungan alam, seharusnya ia semakin menyadari keterbatasannya sendiri dan kebesaran Tuhan. Hati yang "bergoncang dari tempatnya" bisa diartikan sebagai hati yang terkejut, tersadar, dan mungkin mulai bergeser dari fokus pada diri sendiri ke fokus pada Tuhan.
Meskipun ditulis ribuan tahun yang lalu, pesan Ayub 37:1 tetap relevan. Di zaman modern ini, teknologi mungkin telah menutupi sebagian keajaiban alam bagi sebagian orang, namun keagungan pegunungan, luasnya lautan, atau misteri langit berbintang masih mampu membangkitkan rasa takjub. Ketika kita merenungkan hal-hal ini, seharusnya hati kita juga ikut bergetar. Getaran itu bisa menjadi panggilan untuk merenungkan tempat kita di alam semesta, kerendahan hati kita di hadapan Pencipta, dan kebenaran bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari pemahaman manusia.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa pengetahuan tentang Tuhan tidak hanya datang dari teks-teks suci, tetapi juga dari pengamatan terhadap karya-Nya. Setiap awan yang bergulir, setiap badai yang datang, setiap bintang yang berkelip, adalah pengingat akan kekuatan, kebijaksanaan, dan kekuasaan Tuhan yang tak terbatas. Merespons dengan hati yang bergetar adalah langkah awal menuju pemahaman yang lebih dalam tentang keilahian dan tempat kita sebagai manusia dalam rancangan-Nya yang agung.