"Pada masa itu tidak ada raja di antara orang Israel; sebab itu setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri."
Ilustrasi: Keseimbangan dan Keteraturan
Ayat dari Kitab Hakim-hakim 19:2 menyajikan gambaran yang lugas namun sarat makna tentang kondisi sosial dan spiritual masyarakat Israel pada suatu periode sejarah mereka. Frasa "pada masa itu tidak ada raja di antara orang Israel" menjadi kunci utama untuk memahami konteksnya. Tanpa adanya otoritas pusat yang kuat, baik itu raja, pemimpin tunggal, atau sistem hukum yang terpusat, setiap individu atau kelompok kecil cenderung bertindak berdasarkan penilaian pribadi mereka.
Implikasi dari kondisi ini sangatlah luas. Ketika "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri," maka standar moral dan etika menjadi sangat subyektif dan terfragmentasi. Apa yang dianggap benar oleh satu orang atau satu keluarga bisa jadi dianggap salah, bahkan menyimpang, oleh orang lain. Hal ini berpotensi menciptakan kekacauan, perselisihan, dan ketidakadilan yang meluas. Ketiadaan rambu-rambu universal atau penegakan hukum yang konsisten membuka pintu bagi tindakan egois, kesewenang-wenangan, dan hilangnya rasa hormat terhadap sesama.
Kisah yang mengikuti ayat ini di Kitab Hakim-hakim 19 sendiri memberikan ilustrasi yang mengerikan tentang bagaimana norma-norma sosial dapat terdegradasi ketika tidak ada panduan yang jelas. Kekerasan, ketidakmanusiawian, dan perlakuan yang sangat tidak bermoral menjadi akibat langsung dari ketiadaan kepemimpinan yang adil dan prinsip-prinsip moral yang kuat. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan juga sebuah peringatan abadi tentang pentingnya tatanan sosial yang didasarkan pada kebenaran, keadilan, dan kasih sayang yang universal.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini dapat direfleksikan dalam berbagai aspek kehidupan. Di tingkat masyarakat, ketiadaan pemerintahan yang efektif atau penegakan hukum yang lemah dapat menyebabkan instabilitas dan ketidakamanan. Di lingkungan yang lebih kecil, seperti keluarga atau organisasi, ketika tidak ada aturan main yang jelas atau kepemimpinan yang bertanggung jawab, perselisihan dan ketidakadilan dapat dengan mudah muncul.
Pesan mendalam dari Hakim-hakim 19:2 menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan prinsip-prinsip moral yang kokoh dan, bagi umat beriman, pengakuan atas otoritas ilahi sebagai panduan utama. Kehidupan yang "benar menurut pandangannya sendiri" tanpa pedoman yang lebih tinggi seringkali mengarah pada jalan yang menyesatkan, di mana hak-hak orang lain diabaikan dan keadilan menjadi konsep yang hilang. Sebaliknya, ketika ada standar kebenaran yang diakui bersama dan diterapkan dengan kasih sayang, terciptalah fondasi untuk masyarakat yang harmonis dan berkeadilan, di mana setiap individu dihargai dan dilindungi. Ini adalah pelajaran penting yang tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita akan kerapuhan tatanan sosial tanpa landasan moral yang kuat.