Pernahkah engkau memberi perintah kepada pagi hari, dan menentukan tempat fajar?
(Ayub 38:12)
Ayat Ayub 38:12 adalah salah satu dari serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh Allah kepada Ayub dari tengah badai. Pertanyaan ini bukan dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban, melainkan untuk menunjukkan ketidaktahuan dan keterbatasan manusia ketika dihadapkan pada kekuatan dan pengetahuan Sang Pencipta. Ketika Allah bertanya, "Pernahkah engkau memberi perintah kepada pagi hari, dan menentukan tempat fajar?", Ia sedang menyoroti betapa absurdnya gagasan bahwa manusia bisa mengendalikan elemen-elemen alam yang fundamental.
Pagi hari dan fajar adalah fenomena alam yang terjadi secara teratur dan dahsyat, diatur oleh hukum-hukum kosmik yang jauh melampaui pemahaman manusia. Fajar, dengan kemunculannya yang setia setiap hari, menandai awal dari terang setelah kegelapan malam. Ia membawa kehangatan, kehidupan, dan kesempatan baru. Apakah ada manusia yang pernah memiliki kekuatan untuk memerintahkan matahari untuk terbit pada waktu tertentu, atau untuk menentukan di mana garis cakrawala fajar akan muncul? Tentu saja tidak. Keindahan dan keteraturan fajar adalah bukti nyata dari keagungan dan kekuasaan Sang Pencipta.
Pertanyaan ini mengingatkan kita bahwa alam semesta bekerja dalam keteraturan yang luar biasa. Ada sistem yang kompleks dan saling terkait yang mengatur pergerakan bintang, musim, pasang surut air laut, dan tentu saja, siklus siang dan malam. Allah adalah arsitek dari semua ini. Dia yang menetapkan hukum-hukum alam semesta dan memeliharanya dengan setia. Memahami kebesaran-Nya berarti menyadari bahwa kita adalah bagian kecil dari ciptaan-Nya yang luas dan penuh keajaiban.
Dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat, seringkali kita merasa mengendalikan banyak hal. Teknologi memungkinkan kita untuk mengakses informasi instan, berkomunikasi jarak jauh, dan bahkan memprediksi cuaca dengan lebih akurat. Namun, kemajuan ini tidak memberikan kita kekuatan untuk memerintahkan alam. Kita masih bergantung pada terbit dan terbenamnya matahari, pada musim yang datang dan pergi, pada siklus kehidupan yang telah ditetapkan. Ayat ini mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan kerendahan hati kita di hadapan kekuatan ilahi yang tak tertandingi.
Ketika kita merenungkan pertanyaan Allah kepada Ayub, kita diajak untuk melihat dunia dengan perspektif yang berbeda. Bukan lagi dari sudut pandang ego manusia yang merasa berkuasa, melainkan dari sudut pandang ciptaan yang kagum pada Sang Pencipta. Fajar yang menyingsing setiap pagi seharusnya bukan hanya menjadi penanda waktu, tetapi juga pengingat akan kesetiaan Allah yang tak pernah berhenti. Ia mengatur segalanya dengan sempurna, bahkan untuk hal-hal yang tampaknya sederhana seperti datangnya pagi.
Menyadari kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya juga dapat memberikan kita ketenangan. Ketika menghadapi masalah yang terasa besar dan tak terpecahkan, mengingat bahwa Dia yang mengendalikan fajar dan segala elemen alam, dapat memberikan kita keyakinan bahwa Dia juga memiliki kendali atas kehidupan kita. Keteraturan alam adalah janji tersembunyi akan keteraturan ilahi yang menopang kita.