Ayub 38:6

"Di manakah engkau, tatkala Aku meletakkan dasar bumi? Katakanlah, kalau engkau punya pengertian!"

Keagungan Penciptaan

Ayub 38:6 adalah sebuah ayat yang memukau, langsung menyeruak ke dalam inti pertanyaan eksistensial tentang keberadaan kita dan alam semesta. Dalam konteks kitab Ayub, ayat ini muncul di tengah-tengah percakapan yang penuh penderitaan dan keraguan. TUHAN sendiri yang berfirman, menjawab Ayub bukan dengan penjelasan rinci tentang mengapa penderitaannya terjadi, melainkan dengan pertanyaan-pertanyaan retoris yang menyoroti ketidaktahuan manusia dibandingkan dengan kekuasaan dan kebijaksanaan ilahi.

Pertanyaan "Di manakah engkau, tatkala Aku meletakkan dasar bumi?" bukan sekadar sindiran, melainkan sebuah pengingat fundamental. Kita, sebagai manusia, tidak hadir pada saat-saat paling krusial dalam penciptaan. Kita tidak menyaksikan bagaimana bumi dibentuk, bagaimana samudera ditempatkan, atau bagaimana bintang-bintang digantungkan di angkasa. Kehadiran kita adalah sebuah anugerah, sebuah momen dalam rentang waktu yang sangat panjang, yang telah diatur oleh Sang Pencipta.

Frasa selanjutnya, "Katakanlah, kalau engkau punya pengertian!", semakin mempertegas jurang pemisah antara pemahaman manusia dan pengetahuan Tuhan. Bukan berarti manusia tidak memiliki kemampuan berpikir atau mengerti. Tentu saja kita dianugerahi akal budi untuk menjelajahi dunia, untuk memahami hukum alam, dan untuk menciptakan teknologi yang luar biasa. Namun, ketika dihadapkan pada misteri penciptaan itu sendiri, pada kedalaman rencana ilahi, pemahaman kita tetap terbatas. Pengetahuan kita adalah setetes air di lautan keluasan-Nya.

Mengapa ayat ini penting bagi kita hari ini, terlepas dari penderitaan yang mungkin kita alami? Karena ayat ini mengajarkan kerendahan hati intelektual dan spiritual. Ia mengingatkan kita untuk tidak menganggap remeh atau bahkan menantang kedaulatan Tuhan. Di tengah gejolak hidup, pertanyaan-pertanyaan tentang "mengapa" seringkali muncul. Namun, seperti Ayub, respons terbaik kita mungkin bukanlah tuntutan untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan ego, melainkan pengakuan akan keterbatasan kita dan kepercayaan pada hikmat Tuhan yang melampaui segala pengertian.

Merangkul kebenaran Ayub 38:6 dapat membawa kedamaian. Ketika kita mengakui bahwa ada rancangan yang lebih besar, sebuah kebijaksanaan yang sempurna yang sedang bekerja, bahkan dalam kesulitan, kita dapat melepaskan beban untuk mengerti segalanya. Kepercayaan pada Sang Pencipta yang memegang kendali atas alam semesta dan waktu, memberikan fondasi yang kokoh saat dunia di sekitar kita terasa goyah. Ini adalah undangan untuk merenungkan kebesaran-Nya, bukan untuk memahaminya sepenuhnya, tetapi untuk takjub dan berserah.

Di dalam keheningan malam bertabur bintang, atau saat menatap luasnya lautan, marilah kita selalu mengingat: kita tidak ada di sana saat dasar bumi diletakkan. Dan justru dalam pengakuan itulah, kita menemukan tempat kita yang sebenarnya di hadapan Pencipta yang Maha Kuasa.