"Dan setiap persembahan unjukan yang daripada barang-barang suci orang Israel, yang akan mereka persembahkan kepada TUHAN, akan kuberikan kepadamu dan kepada anak-anakmu laki-laki serta perempuanmu, sebagai hukum yang kekal: suatu perjanjian garam yang kekal di hadapan TUHAN, bagimu dan bagi keturunanmu."
Ayat dari Kitab Bilangan 18:10 merupakan bagian penting dari firman Tuhan yang menjelaskan mengenai hak-hak dan tanggung jawab para imam dan orang Lewi dalam melayani umat Israel. Konteksnya adalah setelah Tuhan menetapkan struktur pelayanan di kemah suci, termasuk peran Harun dan keturunannya sebagai imam, serta suku Lewi yang menjadi pelayan mereka. Ayat ini secara khusus menyoroti bagaimana Tuhan menjamin bahwa para pelayan-Nya akan hidup berkecukupan dari persembahan yang diberikan oleh umat-Nya. Ini adalah sebuah janji ilahi yang menunjukkan bahwa pelayanan kepada Tuhan bukanlah pekerjaan yang sia-sia, melainkan sebuah panggilan yang juga disertai dengan pemeliharaan dari Sang Pemberi tugas.
Gambar di atas adalah ilustrasi simbolis yang mewakili persembahan dan kemakmuran, mencerminkan pesan sukacita dan berkat yang terkandung dalam ayat ini.
Kata kunci "perjanjian garam yang kekal" dalam ayat ini memiliki makna yang mendalam. Garam melambangkan keabadian, kemurnian, dan kesetiaan. Perjanjian garam menunjukkan bahwa hak para imam dan orang Lewi atas persembahan ini adalah sesuatu yang tidak dapat dicabut dan akan berlaku sepanjang masa bagi keturunan mereka. Ini adalah jaminan dari Tuhan sendiri bahwa mereka yang mendedikasikan hidup mereka untuk pelayanan di rumah Tuhan tidak akan pernah kekurangan. Tuhan tidak hanya memberikan tugas, tetapi juga menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Pesan ini relevan bukan hanya bagi umat Israel pada masa itu, tetapi juga memiliki implikasi rohani bagi orang percaya di masa kini. Prinsip bahwa mereka yang melayani Tuhan harus dipelihara oleh komunitas yang dilayani adalah sebuah kebenaran yang konsisten di sepanjang Kitab Suci. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus juga menekankan hal serupa, bahwa mereka yang bekerja dalam ladang Tuhan berhak menerima upah dari ladang itu.
Bagi para pelayan Tuhan di gereja masa kini, ayat seperti Bilangan 18:10 menjadi pengingat akan kesetiaan Tuhan dalam memelihara mereka yang melayani. Ini juga menjadi dorongan bagi umat untuk senantiasa mendukung pelayanan para hamba Tuhan melalui persembahan yang murah hati. Bukan sebagai kewajiban semata, tetapi sebagai wujud kasih dan penghargaan atas pengorbanan mereka dalam menggembalakan dan melayani umat.
Selain itu, pesan ayat ini juga mengajarkan kita tentang prinsip pemberian dan penerimaan dalam hubungan dengan Tuhan. Ketika kita memberikan yang terbaik dari diri kita, waktu, tenaga, dan sumber daya kita untuk kemuliaan-Nya, Tuhan berjanji untuk memberkati kita dan memastikan kebutuhan kita terpenuhi. "Bilangan 18 10" mengingatkan kita bahwa pelayanan yang tulus tidak akan pernah sia-sia di hadapan Tuhan. Ia adalah Tuhan yang memelihara, bahkan dalam hal-hal yang paling mendasar sekalipun.
Memahami dan merenungkan ayat ini dapat menumbuhkan rasa percaya dan sukacita dalam memberikan diri untuk pelayanan. Ia juga membangun rasa aman bahwa Tuhan yang memanggil, akan senantiasa menyediakan. Ini adalah janji yang menguatkan hati, bahwa dalam setiap pengabdian kepada-Nya, kita tidak akan pernah sendirian dan kebutuhan kita akan senantiasa tercukupi melalui tangan-Nya yang murah hati.