"Lalu Bileam mengangkat suaranya dan mengucapkan mantera: "Beginilah firman Bileam bin Beor, demikianlah firman orang yang terbuka matanya, demikianlah firman orang yang mendengar perkataan Allah, yang melihat penglihatan Yang Mahakuasa, yang tersembah-sembah dengan mata terbuka."
Ayat Bilangan 24:15 merupakan sebuah kutipan penting dari narasi tentang Bileam, seorang nabi atau peramal yang dipanggil oleh Balak, raja Moab, untuk mengutuk bangsa Israel. Namun, setiap kali Bileam mencoba mengutuk, Allah justru memberinya berkat. Ayat ini secara spesifik menggambarkan kondisi internal Bileam saat ia mengucapkan firman Allah. Ia menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang "terbuka matanya," "mendengar perkataan Allah," dan "melihat penglihatan Yang Mahakuasa."
Kondisi yang digambarkan oleh Bileam di sini sangatlah menarik. Ini bukan sekadar tentang kemampuan supranatural, melainkan tentang kedekatan dan keterbukaan rohani. "Terbuka matanya" mengindikasikan kesadaran yang melampaui pandangan fisik biasa. Ia mampu melihat realitas spiritual, rencana ilahi, dan kehendak Allah yang tersembunyi bagi banyak orang. Hal ini seringkali menjadi ciri khas para nabi sejati: mereka mampu melihat lebih dalam dari permukaan.
Lebih lanjut, Bileam menyatakan dirinya sebagai "orang yang mendengar perkataan Allah." Ini menekankan elemen komunikasi langsung. Allah berbicara kepada Bileam, dan Bileam menerimanya. Ini bukan sekadar ramalan biasa, melainkan pewahyuan ilahi. Kemampuan untuk mendengar dan memahami pesan dari sumber ilahi adalah anugerah yang luar biasa dan tanggung jawab yang besar.
Istilah "melihat penglihatan Yang Mahakuasa" dan "tersembah-sembah dengan mata terbuka" memperkuat gagasan tentang pengalaman spiritual yang mendalam dan intens. Bileam tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat manifestasi kekuasaan dan keagungan Allah. Keadaan "tersembah-sembah dengan mata terbuka" menggambarkan keadaan trans atau ekstase spiritual di mana ia sangat dekat dengan hadirat ilahi, bahkan ketika ia tampaknya terjaga secara fisik.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini memberikan perspektif tentang bagaimana pesan ilahi dapat disampaikan melalui berbagai perantara, bahkan yang mungkin memiliki motivasi yang bercampur aduk. Meskipun Bileam akhirnya mencoba mengakali Israel melalui strategi yang lebih licik di kemudian hari, pada momen ini, ia berfungsi sebagai saluran kehendak Allah. Ini mengajarkan bahwa Allah dapat menggunakan siapa saja untuk menggenapi rencana-Nya, namun penting bagi kita untuk berhati-hati dan membedakan roh.
Konteks bilangan 24:15 juga mengingatkan kita akan pentingnya ketundukan dan keterbukaan hati kepada kehendak Allah. Meskipun kita mungkin tidak memiliki penglihatan surgawi seperti Bileam, kita dipanggil untuk membuka hati dan telinga kita untuk mendengar suara-Nya melalui firman-Nya, doa, dan bimbingan Roh Kudus. Menjadi seseorang yang "terbuka matanya" dan "mendengar perkataan Allah" adalah sebuah undangan bagi setiap orang yang mencari kebenaran untuk berinteraksi dengan dimensi ilahi dalam kehidupan sehari-hari.
Kisah Bileam, termasuk ayat 24:15, menjadi pengingat bahwa takdir dan kekuatan ilahi bekerja dalam cara yang seringkali tidak terduga. Bileam datang untuk mengutuk, tetapi yang keluar dari mulutnya adalah berkat. Ini menunjukkan bahwa rencana Allah tidak dapat digagalkan oleh upaya manusia. Bilangan 24:15 adalah saksi bisu dari kuasa ilahi yang bekerja di balik layar sejarah, dan bagaimana Allah dapat menggunakan siapapun untuk berbicara kepada umat-Nya.
Konsep "mata terbuka" dalam Bilangan 24:15 merujuk pada kemampuan untuk melihat kebenaran rohani. Dalam banyak tradisi spiritual, mata fisik seringkali dianggap terbatas dalam memahami realitas yang lebih besar. Mata spiritual, sebaliknya, mampu menangkap kebenaran yang tersembunyi dari pandangan biasa. Bileam, meskipun kemudian ia memiliki motivasi yang tidak murni, pada momen ini berfungsi sebagai perantara yang diberi penglihatan ilahi.
Keadaan ini juga bisa diinterpretasikan sebagai pengalaman yang melampaui kesadaran normal. Bileam, dalam keadaan yang bisa jadi trance atau ekstase spiritual, menyaksikan dan mendengar hal-hal yang tidak dapat diakses oleh orang biasa. Ini adalah karunia yang luar biasa, namun juga membutuhkan integritas untuk menggunakannya dengan benar. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah dapat berbicara melalui berbagai cara, dan terkadang kepada pribadi yang tidak terduga, asalkan mereka terbuka untuk menerima-Nya.