Dan Nabi Hananya berkata kepada Nabi Yeremia di depan para imam dan di depan seluruh umat itu, katanya: "Baiklah, TUHAN telah memecahkan kuk perbudakan dari atas kamu dan dari atas semua bangsa."
Ayat Yeremia 28:10 menghadirkan sebuah momen dialog yang krusial antara dua nabi, Hananya dan Yeremia. Hananya, dengan semangat optimisme yang tinggi, mengumumkan pembebasan total dari kuk perbudakan, sebuah kabar baik yang tentu saja disambut hangat oleh umat. Namun, di balik kemegahan pengumuman tersebut, tersimpan sebuah peringatan penting bagi kita semua: bahwa setiap pernyataan, terutama yang berkaitan dengan masa depan dan kebenaran, memiliki bobot dan konsekuensi yang tak bisa dianggap remeh. Bilangan 28 dan 10 ini bukan sekadar angka, melainkan penanda sebuah narasi tentang harapan, kenabian, dan tanggung jawab.
Dalam konteks ini, bilangan 28 bisa diartikan sebagai sebuah kurun waktu, sebuah periode yang penuh dengan peristiwa dan ramalan. Sementara angka 10 mewakili penegasan, konfirmasi, atau mungkin titik puncak dari sebuah ajaran. Hananya mewakili suara yang ingin memberikan kepastian dan kenyamanan instan. Ia melihat pembebasan sebagai sebuah kenyataan yang sudah terjadi, sebuah janji yang telah terpenuhi. Pernyataannya terdengar begitu kuat dan meyakinkan, seolah-olah semua beban telah terangkat seketika.
Namun, sejarah mengajarkan kita bahwa kebenaran seringkali tidak sesederhana yang diutarakan. Yeremia, di sisi lain, dikenal sebagai nabi yang membawa pesan peringatan dan pertobatan. Perbedaannya dengan Hananya menunjukkan adanya dualitas dalam penyampaian firman: ada yang membawa kabar baik yang menggembirakan, namun ada pula yang harus menyampaikan kebenaran yang terkadang pahit demi kebaikan jangka panjang. Ini adalah refleksi dari kehidupan itu sendiri, di mana kita seringkali dihadapkan pada pilihan antara kenyamanan sesaat dan kebenaran yang mendalam.
Bilangan 28 dan 10 ini mengajak kita untuk merenungkan lebih jauh. Apakah kita cenderung menjadi Hananya yang mudah berjanji dan memberikan harapan palsu, ataukah kita belajar dari Yeremia untuk menyampaikan kebenaran dengan penuh hikmat dan tanggung jawab? Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita melihat fenomena serupa. Ada banyak "Hananya" yang menawarkan solusi instan tanpa mempertimbangkan akar masalah. Mereka menjanjikan kesuksesan cepat, kebahagiaan tanpa usaha, atau kebebasan tanpa pengorbanan. Hal ini bisa sangat menarik, namun berisiko membawa kita pada kekecewaan yang lebih dalam jika ternyata tidak sesuai dengan realitas.
Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya kebijaksanaan dalam menerima informasi. Tidak semua yang terdengar indah adalah benar. Kita perlu menganalisis, merenungkan, dan mencari sumber yang terpercaya sebelum mengambil kesimpulan. Kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang dibangun di atas dasar kebenaran, bukan sekadar angan-angan. Bilangan 28 dan 10 mengajarkan kita untuk selalu kritis, namun juga tetap membuka hati untuk kabar baik yang tulus dan kebenaran yang membangun. Pembebasan sejati seringkali datang melalui proses, bukan sekadar pengumuman.
Oleh karena itu, marilah kita menjadikan peristiwa ini sebagai pengingat. Pilihlah kata-katamu dengan bijak, pertimbangkan dampaknya, dan selalu utamakan kebenaran. Seperti yang ditunjukkan oleh kontras antara Hananya dan Yeremia, kebijaksanaan terletak pada kemampuan membedakan antara harapan yang membangun dan ilusi yang menyesatkan. Dunia ini membutuhkan lebih banyak suara yang berani menyampaikan kebenaran, bahkan ketika itu sulit, demi pembebasan yang kokoh dan berkelanjutan.