Kejadian 24:54 menceritakan momen krusial dalam kisah perjalanan Ribka untuk menjadi istri Ishak. Setelah serangkaian peristiwa yang luar biasa, termasuk persetujuan Ribka dan keluarganya yang luar biasa, para pelayan Abraham bersiap untuk kembali ke tanah Kanaan. Namun, di sinilah kita menemukan sebuah jeda yang menarik, sebuah permintaan dari pihak keluarga Ribka, yaitu Laban dan ibunya.
Permintaan mereka adalah agar Ribka tinggal bersama mereka "beberapa waktu lagi, sekurang-kurangnya sepuluh hari; sesudah itu ia boleh pergi." Permintaan ini, meskipun mungkin terdengar sederhana dan wajar dari sudut pandang keluarga yang akan kehilangan putri tercinta, sebenarnya menyimpan makna yang lebih dalam ketika dilihat dari perspektif ilahi dan tujuan yang lebih besar.
Ayat ini seringkali terlewatkan dalam ringkasan kisah, namun ia memberikan kesempatan untuk merenungkan tema-tema penting. Pertama, ia menunjukkan kehangatan kasih keluarga. Keinginan untuk menahan kepergian Ribka untuk sementara waktu menunjukkan betapa mereka menyayanginya dan berat hati untuk melepaskannya, bahkan untuk sebuah pernikahan yang diatur dengan tujuan ilahi.
Kedua, ini menyoroti pentingnya berkat dalam penyerahan diri. Meskipun ada dorongan dari keluarga untuk menunda, pada akhirnya Ribka, seperti yang telah kita lihat dalam narasi sebelumnya, siap untuk pergi ketika waktunya tiba. Penyerahan diri ini, yang didorong oleh keyakinan dan pemahaman akan panggilan Tuhan, akan membawanya pada takdir yang diberkati. Keengganan sementara dari keluarga tidak mengubah rencana Tuhan yang jauh lebih besar.
Kita bisa belajar dari kisah ini bahwa terkadang, ada dorongan untuk menunda atau bahkan menolak hal-hal yang Tuhan ingin lakukan dalam hidup kita, mungkin karena rasa aman, kenyamanan, atau kekhawatiran yang berlebihan. Namun, seperti Ribka, kita dipanggil untuk mempercayai bahwa ketika kita menyerahkan hidup kita kepada-Nya, Ia akan membimbing kita ke tempat yang terbaik, meskipun ada keraguan atau keengganan sementara dari lingkungan sekitar.
Peristiwa ini juga mengingatkan kita bahwa waktu Tuhan adalah waktu yang sempurna. Meskipun sepuluh hari adalah waktu yang singkat, permintaan ini bisa menjadi momen refleksi terakhir bagi Ribka dan keluarganya sebelum ia memulai perjalanan panjangnya. Ini adalah jeda yang memberikan kesempatan untuk persiapan emosional dan spiritual.
Kejadian 24:54, meskipun hanya beberapa kalimat, membuka jendela ke dalam dinamika hubungan manusia dan intervensi ilahi. Ia mengajarkan kita bahwa keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman, kesediaan untuk menyerahkan diri pada rencana Tuhan, dan kepercayaan pada waktu-Nya akan selalu berujung pada berkat yang melampaui pemahaman kita. Kisah Ribka adalah bukti abadi bahwa penyerahan diri total kepada Tuhan adalah kunci untuk membuka pintu berkat-Nya yang tak terhingga.