"TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menaikkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26)
Dalam kitab suci dan berbagai tradisi budaya, angka kerap kali bukan sekadar kuantitas, melainkan menyimpan makna simbolis yang dalam. Dua angka yang sering muncul dan menarik untuk dikaji adalah bilangan 7 dan 31. Meskipun berasal dari konteks yang berbeda, kedua bilangan ini sering kali dikaitkan dengan keberkahan, kesempurnaan, dan periode waktu yang signifikan. Mari kita selami lebih dalam makna yang terkandung di balik kedua angka ini.
Bilangan 7 dalam tradisi Ibrani, dan kemudian dalam kekristenan, memiliki konotasi yang sangat kuat dengan kesempurnaan, kelengkapan, dan penyelesaian. Kitab Kejadian mencatat bahwa Allah menciptakan alam semesta dalam enam hari dan beristirahat pada hari ketujuh, menjadikannya hari yang kudus. Ini memberikan gambaran awal tentang bilangan 7 sebagai simbol dari siklus yang lengkap dan berkat istirahat ilahi. Dalam Perjanjian Lama, banyak sekali penggunaan bilangan 7 yang menunjukkan ketidakacakan, seperti tujuh pelita di mezbah, tujuh kali mengelilingi Yerikho, dan perayaan Paskah yang berlangsung selama tujuh hari. Di sisi lain, dalam konteks Kitab Bilangan sendiri, angka 7 muncul dalam persembahan para pemimpin suku Israel pada saat peresmian Kemah Suci. Masing-masing dari dua belas suku mengirim satu wakil untuk mempersembahkan persembahan yang identik. Peristiwa ini terjadi selama tujuh hari, dengan setiap hari memiliki persembahan yang spesifik. Ini menunjukkan keteraturan, keseragaman, dan sebuah penggenapan yang indah dari janji.
Bilangan 7 juga sering dikaitkan dengan penyucian dan pemurnian. Tujuh hari adalah durasi umum untuk periode isolasi atau pembersihan dalam hukum Taurat. Lebih jauh lagi, dalam spiritualitas Kristen, bilangan 7 sering diasosiasikan dengan tujuh karunia Roh Kudus, tujuh dosa pokok, dan tujuh kebajikan. Ini menegaskan posisi bilangan 7 sebagai angka yang sangat signifikan dalam menggambarkan kesempurnaan rohani dan siklus keilahian.
Sementara bilangan 7 sering berbicara tentang kesempurnaan dan keberkahan, bilangan 31 dalam Kitab Bilangan, khususnya dalam pasal 31, muncul dalam konteks yang sangat berbeda: perang dan penegakan keadilan ilahi. Pasal ini menceritakan tentang serangan Israel terhadap Midian sebagai pembalasan atas dosa yang telah dilakukan orang Midian dengan mengundang bangsa Israel untuk berzinah dan menyembah berhala. Musa memerintahkan perang melawan Midian, dan hasil dari pertempuran ini dicatat secara rinci. Angka 31 di sini bukan hanya sekadar jumlah musuh yang dikalahkan, melainkan simbol dari pemisahan yang tegas antara kebaikan dan kejahatan, serta pelaksanaan keadilan yang dijalankan atas perintah Tuhan.
Penting untuk dicatat bahwa konteks pasal 31 adalah tindakan ilahi untuk membersihkan umat-Nya dari pengaruh yang merusak. Pembagian rampasan perang, termasuk persepuluhan untuk para imam dan Lewi, juga tercatat secara rinci, menunjukkan sistem yang terorganisir dan pembagian yang adil sesuai dengan perintah ilahi. Bilangan 31, dalam arti ini, mewakili sebuah penyelesaian dari suatu episode kelam, sebuah pemulihan tatanan, dan penegakan hukum Tuhan yang menyeluruh.
Meskipun tampak berbeda, kedua bilangan ini dapat dilihat sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang kedaulatan Tuhan dan cara-Nya berinteraksi dengan umat-Nya. Bilangan 7 mewakili siklus kesempurnaan dan berkat yang berkelanjutan, sementara bilangan 31 menggambarkan saat-saat ketika keadilan ilahi harus ditegakkan dengan tegas untuk memulihkan kesucian. Keduanya mengingatkan kita bahwa hidup ini terdiri dari periode keberkahan yang stabil dan momen-momen kritis yang memerlukan tindakan tegas sesuai dengan kehendak Ilahi.
Dalam penutup, pemahaman simbolis terhadap bilangan-bilangan ini dapat memperkaya perspektif kita terhadap narasi kitab suci dan mendorong refleksi yang lebih mendalam tentang prinsip-prinsip spiritual yang mendasarinya. Bilangan 7 dan 31, masing-masing dengan cerita dan maknanya, terus berbicara kepada kita tentang sifat Tuhan yang adil, berbelas kasih, dan berdaulat atas segala ciptaan-Nya.