"Dan saya tidak mengenal Kristus secara pribadi dari orang lain."
Ayat ini, Galatia 1:22, memberikan sebuah wawasan yang mendalam mengenai perjalanan pribadi Rasul Paulus. Frasa "dan saya tidak mengenal Kristus secara pribadi dari orang lain" bukan sekadar penegasan, melainkan fondasi dari otoritas kerasulannya. Paulus menekankan bahwa pengenalan dan pengalamannya terhadap Yesus Kristus tidak diperoleh melalui ajaran atau kesaksian dari para rasul yang sudah ada sebelumnya, seperti Petrus, Yakobus, atau Yohanes. Sebaliknya, pengalamannya adalah hasil dari perjumpaan langsung dan mendalam dengan Kristus sendiri, yang kemudian membentuk seluruh cara pandangnya terhadap Injil.
Pernyataan ini sangat krusial mengingat latar belakang Paulus yang sebelumnya adalah seorang penganiaya gereja. Perubahan radikal dalam hidupnya, dari penganiaya menjadi penginjil terkemuka, tidak bisa dijelaskan oleh pengaruh manusia semata. Paulus ingin menegaskan bahwa Injil yang ia beritakan memiliki sumber ilahi yang murni, yang ia terima secara langsung dari Kristus. Hal ini menjadi pembeda penting dalam argumentasinya kepada jemaat di Galatia, yang mulai terpengaruh oleh ajaran lain yang meragukan otoritas Paulus.
Dengan mengatakan ia tidak mengenal Kristus "dari orang lain", Paulus tidak merendahkan para rasul sebelumnya. Sebaliknya, ia justru menempatkan pengalaman pribadinya dengan Kristus pada tingkatan yang sama, jika tidak lebih tinggi, dalam hal penerimaan langsung akan kebenaran ilahi. Ini adalah sebuah klaim yang berani, menegaskan bahwa otoritasnya tidak bersumber dari tradisi manusiawi atau dari hierarki gereja yang sudah terbentuk, melainkan dari panggilan dan pengajaran langsung dari Sang Juruselamat.
Dalam konteks sejarah gereja awal, penegasan ini sangat vital. Ketika ajaran-ajaran baru mulai bermunculan dan mencoba memengaruhi pemahaman jemaat, Paulus perlu mengukuhkan dasar dari pelayanannya. Ia tidak sedang membangun doktrin berdasarkan interpretasi pribadinya, melainkan menyampaikan kebenaran yang telah diwahyukan kepadanya secara langsung. Hal ini memungkinkan Injil yang ia sampaikan tetap murni dan tidak tercemar oleh berbagai pengaruh eksternal.
Pengenalan pribadi dengan Kristus ini menjadi titik tolak bagi seluruh pelayanan Paulus. Ini adalah pengalaman transformatif yang membentuk identitasnya sebagai rasul, nabi, dan guru bagi bangsa-bangsa lain. Melalui pengalamannya, Paulus belajar tentang kasih karunia Allah, kebenaran Injil, dan kuasa kebangkitan Kristus. Semua ini menjadi inti dari pengajarannya yang kaya dan berpengaruh dalam pembentukan teologi Kristen.
Maka, Galatia 1:22 bukan hanya sekadar ungkapan pribadi Paulus, melainkan sebuah deklarasi teologis yang kuat. Ia menggarisbawahi kemurnian Injil yang ia terima dan otoritasnya yang bersumber langsung dari Kristus. Bagi gereja masa kini, ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya pengenalan pribadi dengan Kristus dan kesetiaan pada kebenaran Injil yang murni, terlepas dari berbagai tekanan dan ajaran yang mungkin muncul di tengah masyarakat.