Habakuk 1:14 - Keadilan Ilahi dan Kebenciannya

"Engkau menjadikan manusia seperti ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak ada penguasanya."

Ayat Habakuk 1:14 seringkali disalahpahami atau diabaikan dalam konteks yang lebih luas dari kitab tersebut. Namun, jika kita memerhatikannya dengan seksama, ayat ini mengungkapkan suatu perspektif yang mendalam mengenai karakter Allah, terutama dalam menghadapi ketidakadilan dan kejahatan yang merajalela. Nabi Habakuk sedang bergulat dengan cara Allah bekerja di dunia, khususnya bagaimana Dia menggunakan bangsa Babel yang kejam untuk menghukum umat-Nya sendiri.

Dalam keterkejutan dan keputusasaannya, Habakuk membandingkan manusia yang diperlakukan oleh bangsa penindas dengan "ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak ada penguasanya." Perumpamaan ini melukiskan gambaran tentang kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakadilan yang ekstrem. Manusia, yang seharusnya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kini diperlakukan seperti makhluk tak berakal yang dapat ditangkap, ditindas, dan dibuang tanpa ada yang peduli atau melindunginya. Ini adalah gambaran yang sangat menyedihkan tentang kondisi umat Allah di bawah kekuasaan bangsa Asyur yang brutal.

Namun, penting untuk melihat ayat ini dalam hubungannya dengan konteks teologis yang lebih besar. Allah, melalui nabi-Nya, bukan hanya mengungkapkan kesedihan atas perlakuan terhadap manusia, tetapi juga menunjukkan bahwa Dia melihat dan membenci ketidakadilan tersebut. Kebencian Allah bukanlah kebencian yang penuh dendam atau emosi negatif seperti yang manusia pahami. Sebaliknya, ini adalah kebencian yang lahir dari kekudusan-Nya yang sempurna dan kasih-Nya yang sejati terhadap ciptaan-Nya. Allah tidak bisa mentolerir kejahatan dan penindasan.

Keadilan Ilahi yang Tertunda

Habakuk bergulat dengan pertanyaan, "Bagaimana mungkin Allah yang kudus dan adil membiarkan kejahatan seperti ini terjadi? Mengapa Dia tampaknya diam saja?" Pertanyaan ini relevan hingga hari ini bagi banyak orang yang menyaksikan penderitaan dan ketidakadilan di dunia. Allah memang memilih untuk menggunakan bangsa Babel sebagai alat penghukuman, tetapi itu tidak berarti Dia menyetujui kekejaman mereka. Sebaliknya, Allah pada akhirnya akan menghakimi bahkan alat-alat kejahatan itu.

Ayat ini, meskipun terdengar suram, sebenarnya merupakan titik tolak bagi Habakuk untuk memahami lebih dalam mengenai keadilan Allah. Allah melihat penderitaan umat-Nya, dan meskipun jalan-Nya terkadang tidak dapat dipahami, tujuan-Nya adalah keadilan dan pemulihan. Kebencian Allah terhadap kejahatan adalah bagian integral dari keadilan-Nya. Dia tidak acuh tak acuh terhadap perlakuan buruk yang dialami oleh manusia, terutama umat yang dikasihi-Nya.

Harapan di Tengah Keputusasaan

Meskipun Habakuk 1:14 melukiskan gambaran yang suram, seluruh kitab Habakuk memberikan harapan. Nabi ini belajar untuk percaya pada kedaulatan dan kebaikan Allah, bahkan ketika situasi tampak mustahil. Dia belajar bahwa Allah akan bertindak pada waktu-Nya, dan bahwa keadilan-Nya pada akhirnya akan terwujud. Kebencian Allah terhadap dosa dan ketidakadilan menjadi jaminan bahwa Dia tidak akan membiarkan kejahatan berkuasa selamanya.

Oleh karena itu, Habakuk 1:14 bukan hanya tentang gambaran tentang penderitaan manusia, tetapi juga tentang kepedulian Allah yang mendalam terhadap mereka yang ditindas, dan kepastian bahwa keadilan ilahi akan ditegakkan. Ini adalah pengingat bahwa Allah melihat, Allah peduli, dan Allah akan bertindak, meskipun kadang-kadang cara-Nya melampaui pemahaman kita.

Simbol keadilan dan pengawasan ilahi.